Sungguh bukan waktu yang sebentar bagi sebuah brand untuk terus berdiri selama itu.
Tak salah kiranya apabila Roti Hamada bisa kita sebut sebagai toko roti ‘legendaris’ karena kemampuannya bertahan selama puluhan tahun.
Roti manis kuno disini memiliki tampilan yang padat dan gemuk.
Namun saat digigit, teksturnya sangat lembut dan halus, serta tidak lengket.
Baca juga: Bawa Pulang Oleh-oleh Batu Giok Khas Nagan Raya, Aceh yang Dibikin Gelang Cantik
Isiannya pun royal sehingga memuaskan selera.
Ketika melangkah masuk ke dalam toko roti yang sederhana ini, akan disambut oleh aroma wangi roti dan kue yang baru dipanggang dan juga sikap ramah yang menyambut.
Di toko Roti Hamada ini, kamu dapat melihat proses pembuatan roti dan kue juga loh, dimana alat oven dan mixer yang digunakan cukup jadul, namun bisa menghasilkan roti yang tidak kalah dengan buatan pabrik-pabrik roti di Indonesia.
Pemilik toko Roti Hamada bernama Fridar Dafri (71) mengatakan konsistensi dan kerja keras adalah sesuatu yang terus dipegang olehnya dalam menjalankan UMKM yang telah dilakoninya selama ini.
Saat ditemui di toko roti miliknya, wanita kelahiran tahun 1957 yang saat ini menginjak usia 71 tahun, masih berkecimpung di dapur produksi toko roti miliknya.
Dengan telaten ia masih turun tangan membantu 5 karyawan untuk mengola adonan roti serta memastikan kualitas dan rasa roti dari resep sejak era tahun 80 an tidak berubah.
Baca juga: Keripik Ubi Pedas: Oleh-oleh dari Dapur Ummu Aisha di Bireuen, Aceh dengan Rasa Unik
Itulah yang menyebabkan toko Roti Hamada selalu mampu berdiri ditengah gempuran banyak bakery baru.
"Saya belajar bikin roti dari orang Belanda, waktu itu buka kursus di Sungai Gerong Pelaju Palembang, untuk tahun nya saya lupa," kata Fridar memulai menuturkan kisahnya berjualan roti," Jum'at (2/8/2024).
Setelah kursus bikin roti dengan orang Belanda di Komperta Sungai Gerong Pelaju Palembang, Fridar yang telah memiliki modal untuk memulai usahanya berinisiatif untuk membuka usaha toko roti.
Suaminya bernama Ali Bachrum yang saat itu bekerja di kapal tanker minyak sepakat dan memilih berhenti bekerja demi berkumpul bersama keluarga.
Lantas Fridar bersama suaminya ikut tinggal bersama orang tuanya di Komperta Pendopo yang bekerja di PT Stanvac Indonesia atau PTSI Sebelum Pertamina sejak tahun 1976.