Bagi masyarakat Gayo, gutel bukan sekadar camilan biasa.
Gutel sering kali hadir dalam upacara adat, kenduri, hingga sebagai suguhan dalam perayaan-perayaan besar seperti Idulfitri dan pernikahan.
Tak hanya itu, gutel juga menyimpan kisah historis, yaitu menjadi bekal makanan saat perjalanan jauh pada zaman dahulu oleh nenek moyang saat pergi ke hutan karena makanan itu memilik ketahanan hingga berhari-hari.
Sehingga pada masa penjajahan Belanda, gutel menjadi salah satu makanan yang menjadi andalan para pejuang.
“Makanan ini sejak zaman Belanda sudah ada, jadi ini makanan sudah jadi pengganti nasi orang zaman dahulu saat pergi perang dan dibawa sampai berhari-hari di hutan,” kata Ine Syifa pembuat kue gutel pada Senin (21/10/2024).
Di balik setiap butir gutel, tersimpan filosofi tentang kebersamaan dan kesederhanaan hidup.
Baca juga: Cocok Buat Pemula, Yuk Cobain Mendaki Bukit Semar di Desa Dilem, Gondang, Mojokerto, Jawa Timur
Dalam berbagai acara adat, gutel juga menjadi simbol berbagi rezeki dan kebahagiaan, mencerminkan nilai-nilai sosial yang kuat di tengah masyarakat Gayo.
Selain itu, gutel juga sering dijadikan oleh-oleh bagi para tamu yang berkunjung ke wilayah Gayo.
Rasanya yang khas dan proses pembuatannya yang tradisional menjadikannya salah satu makanan yang diburu oleh wisatawan yang ingin membawa pulang secuil kenangan dari Tanoh Gayo.
Di era modern ini, gutel masih tetap diproduksi oleh banyak keluarga di Gayo, meski mulai banyak variasi dan inovasi yang bermunculan.
Ada gutel yang diberi tambahan taburan kelapa parut atau varian yang menggunakan gula aren untuk memberi rasa yang lebih kuat.
Namun, esensi gutel sebagai makanan tradisional yang sarat makna tidak pernah hilang.
Salah seorang wisatawan asal Medan, Kusuma mengungkapkan kekagumanya terhadap gutel.
Ia mengaku baru pertama kali mencoba makanan ini, namun langsung takjub saat mencicipnya.
"Saya sangat suka makanan tradisional, dan gutel ini benar-benar membuat saya kagum.