Bukan hanya alat-alat dan cara pengolahan yang tradisional. Bahan baku yang dipakai pun masih menggunakan bibit roti (biang) keluarga yang diwariskan secara turun temurun selama ratusan tahun.
Bahkan lebih uniknya lagi mereka tidak menggunakan bahan pengembang, pengawet, pemanis atau bahan kimia lain yang biasa dipakai untuk membuat roti.
Toko Roti Go sejak dulu dikenal karena produksi roti manis, roti sobek, dan roti-roti tradisional lainnya.
Demi mengikuti tren, hanya isinya yang dibikin lebih bervariasi. Awalnya mereka hanya membuat roti dengan isian pisang, cokelat, dan kranten.
Namun, sekarang Toko Roti Go memiliki sekitar 80 varian roti dan 10 jenis cake.
Andalan mereka antara lain roti kopi brood, roti sobek isi daging ayam kampung, dan roti pastry horn isi vla.
"Saya sudah biasa beli roti disini karena sudah terbukti karena rasanya. Meskipun di olah secara tradisional tetapi kualitas tetap terjaga. Saya biasanya beli pada pukul 10.00 WIB, karena jam segitu baru selesai dan masih fresh," ujar Windarti (55) warga Kelurahan Grendeng, Purwokerto Utara yang juga pelanggan roti Go.
Karena banyak saingan toko roti modern omset toko roti Go ikut berkurang.
Pemilik toko roti Go saat ini hanya membuat sekira 30 kilogram perhari. Masing-masing 10 kilogram setiap pagi siang dan sore. Sehingga pembuatan roti dibatasi disesuaikan dengan kondisi pasar.
Roti yang dijual di toko roti Go hanya mampu bertahan sekira 3 hari saja. Rosani mengaku selalu memperhitungkan betul kapasitas produksi, jangan sampai sisa tak terjual.
Roti yang dijual di toko ini selalu dalam kondisi segar dan terbatas.
Karena hanya mampu bertahan 3 hari saja, membuat roti Go tidak melebarkan sayap produksi.
Rosani dan suami sama sekali tidak takut usahanya bangkrut karena memaksa mempertahankan tradisionalitas.
Prinsipnya adalah masyarakat modern tetap harus diberi alternatif untuk mendapatkan makanan sesuai pilihan masing-masing.
Kehadiran toko roti Go memberikan pilihan bagi sebagian pelanggan yang masih menghargai aspek mutu dan kesehatan.