TRIBUNTRAVEL.COM - Menjelang perayaan Hari Raya Galungan, ada banyak upacara adat dan tradisi yang dilakukan umat Hindu di Bali, satu di antaranya adalah Ngurek.
Ngurek berasal dari kata 'urek' yang dalam Bahasa Indonesia berarti melubangi atau menusuk.
Dalam tradisi Ngurek, biasanya ada beberapa orang yang berada dalam kondisi kerasukan.
Saat kerasukan, mereka akan menggunakan senjata tajam untuk melukai diri.
Sekilas tradisi Ngurek hampir mirip dengan atraksi debus, karena menggunakan senjata tajam untuk melukai diri.
Tradisi Ngurek juga dikenal sebagai Ngunying dan dipercaya sebagai manifestasi pengabdian pada Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa).
• Catat! Rangkaian Perayaan Hari Raya Galungan 2020 di Bali
Satu senjata tajam yang sering digunakan dalam tradisi ngurek adalah keris suci atau yang disebut luk kesiman.
Tradisi Ngurek biasanya dilakukan saat upacara Pengerebongan di Pura Petilan, Desa Kesiman, Denpasar.
Tradisi ini dipercaya sebagai wujud pengabdian terhadap Tuhan.
Tonton juga:
Keunikan dari tradisi ini adalah orang yang melakukan tidak akan merasa kesakitan karena telah diberi kekuatan oleh roh-roh para leluhur.
Meski ditusuk dengan senjata tajam berkali-kali mereka tidak akan terluka sedikit pun.
Tradisi ngurek saat perayaan Galungan di Bali ini tidak dapat dilakukan oleh sembarangan orang.
Orang yang melakukan pun tidak boleh memiliki sifat sombong.
Tradisi Ngurek tidak ada yang tahu kapan mulai dilaksanakannya, tapi konon tradisi ini sudah ada sejak zaman kejayaan kerajaan.
Tepatnya saat raja ingin membuat pesta syukuran kepada Sang Pencipta sekaligus menyenangkan hati para prajurit.
Beberapa Tradisi Unik Saat Hari Raya Galungan
Saat Hari Raya Galungan, umat Hindu di Bali tak hanya melakukan tradisi Ngurek.
Berikut delapan tradisi saat Hari Raya Galungan yang bisa traveler saksikan:
1. Memasang penjor
Mengutip dari Bali Spirit, Hari Raya Galungan dan Kuningan biasanya ditandai dengan adanya penjor atau janur kuning yang dipasang di sepanjang jalan.
Penjor biasanya terbuat dari batang bambu yang dihiasi dengan daun kelapa, padi, dan kotak khusus untuk sesaji yang disebut canang.
Diwartakan Tribun Bali, penjor merupakan lambang Bhatara Mahadewa yang beristana di Gunung Agung atau Bhatara Siwa.
Penjor-penjor tersebut ditancapkan di depan pintu masuk saat Penampahan sore agar saat Galungan masih dalam keadaan segar.
2. Memotong babi
Sehari sebelum Hari Raya Galungan, umat Hindu akan merayakan Penampahan.
Pada saat Penampahan, umat Bali akan menyembelih babi sebagai wujud syukur.
Menurut Wakil Ketua PDHI Bali Pinandita Ketuk Pasek Swastika, memotong babi saat Penampahan bermakna untuk mengalahkan sad ripu atau enam sifat manusia, seperti dilansir dari Tribun Bali.
Daging babi tersebut tidak dinikmati, namun juga dihaturkan kepada Tuhan karena semuanya itu ciptaan-Nya.
"Memotong babi wajib saat Penampahan kalau terkait dengan Galungan," tambah Pinandita.
3. Tradisi Ngejot
Ngejot berarti memberi atau berbagi pada orang lain.
Tradisi ini biasanya dilakukan menjelang Galungan sampai pada saat Galungan berlangsung.
Dilansir dari Tribun Bali, biasanya yang dibagikan berupa buah, jajan, maupun olahan daging saat Penampahan.
Tradisi ini bertujuan untuk semakin mempererat persaudaraan.
4. Tradisi Ngurek
Ngurek berasal dari kata 'urek' yang dalam bahasa Indonesia berarti melubangi atau menusuk.
Dalam tradisi Ngurek, biasanya akan ada beberapa orang yang berada dalam kondisi kerasukan.
Saat itu, mereka akan menggunakan senjata tajam untuk melukai diri.
Salah satu senjata tajam yang digunakan adalah keris suci yang disebut luk kesiman.
Tradisi Ngurek biasanya dilakukan saat upacara Pengerebongan di Pura Petilan, Desa Kesiman, Denpasar.
Tradisi ini dipercaya sebagai wujud pengabdian terhadap Tuhan.
5. Ngelawang Barong
Jika orang dewasa melakukan tradisi Ngurek, anak-anak akan melakukan tradisi Ngelawang Barong.
Ngelawang berasal dari kata 'lawang' yang berarti pintu.
Dalam tradisi ini, anak-anak akan mengarak barong dari satu rumah ke rumah lain dengan diiringi suara gamelan.
Umat Hindu di Bali percaya, barong merupakan perwujudan dari Sang Banas Pati Raja yang melindungi manusia dari marabahaya.
6. Perang Jempana
Mengutip dari Kompas.com, di Desa Timrah, Kabupaten Klungkung, terdapat tradisi Perang Jempana.
Jempana atau tandu yang membawa usungan sesajen dan simbol dari dewata diarak ke pura untuk didoakan.
Keseruan terjadi di jalanan, ketika para pengarak jempana saling beradu.
Mereka larut dalam suasana trance dengan iringan gamelan yang mengentak.
7. Tradisi Motekan
Tradisi Motekan atau Mekotek dilakukan umat Hindu di Desa Menggu, Mengwi, Denpasar.
Dalam tradisi ini, orang-orang akan beradu tongkat setinggi tiga meter.
Mengutip dari Kompas.com, adu tongkat tersebut diiringi gamelan baleganjur yang dinamis sehingga menambah keseruan Motekan.
8. Tradisi Mesuryak
Tradisi Mesuryak biasanya diselenggarakan bertepatan dengan Hari Raya Kuningan.
Tradisi ini bisa disaksikan salah satunya di Banjar Bongan Gede, Desa Pakraman Bongan Puseh, Desa Bongan, Kecamatan Tabanan.
Mengutip dari Tribun Bali, Mesuryak merupakan ritual yang dilaksanakan saat merayakan Kuningan yang bertujuan membekali leluhur mereka dalam perjalanan kembali menuju surga.
Dalam tradisi Mesuryak, umat Hindu di Bali akan memulai prosesi dengan sembahyang di pura.
Kemudian dilanjutkan dengan melemparkan uang logam dan kertas ke udara dan disambut dengan yang lain.
• Fakta Unik Ngelawar, Tradisi Masyarakat Bali Jelang Perayaan Galungan
• 10 Fakta Hari Raya Galungan, Ternyata Tak Cuma Dirayakan Umat Hindu di Bali
• 8 Hal yang Akan Traveler Jumpai Saat Hari Raya Galungan di Bali
• 6 Sajian Khas yang Hadir saat Perayaan Hari Raya Galungan dan Kuningan di Bali
• 5 Tips Liburan ke Bali saat Galungan, Perhatikan Tata Krama saat Berada di Pura
(TribunTravel.com/Ratna Widyawati)