Akses berita terupdate se-indonesia lewat aplikasi TRIBUNnews

Mata Lokal Travel

Pesona Kampung Adat Ratenggaro Sumba NTT, Punya Rumah Adat Unik dan Ratusan Menhir Kuno

Penulis: Sinta Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kampung Adat Ratenggaro di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT). Kampung Adat Ratenggaro memiliki daya tarik pada keunikan rumah adat dan ratusan kubur batu berusia ribuan tahun.

Pada 2011, rumah utama di Ratenggaro yaitu Uma Katoda Kataku, rumah sebagai simbolisasi ayah atau dituakan, telah selesai dibangun.

Semua warga kampung yang berjumlah 600 jiwa hadir.

Mereka bergotong royong menyumbang dana dan makanan serta membantu mendirikan empat tiang utama dan menara.

Kampung Ratenggaro, Sumba, Nusa Tenggara Timur. (xplorea.com)

Di Ratenggaro tak hanya ada Uma Katoda Kataku. 

Masih terdapat beberapa bangunan lain yang dihormati warganya, misalnya Uma Kalama (simbolisasi ibu), serta Uma Katoda Kuridan Uma Katoda Amahu (sebagai simbolisasi saudara ayah dan ibu).

Posisi mereka saling berhadapan, mewakili empat penjuru mata angin.

Uma Katoda Kataku berada di bagian paling selatan dan menghadap ke utara.

Rumah itu berhadapan dengan Uma Kalama, menghadapnya ke selatan.

Uma Katoda Kuri berada di timur menghadap ke barat, berhadapan dengan Uma Katoda Amahu karena menghadap ke sisi timur.

Semua posisi punya arti. 

Uma Katoda Kataku misalnya, sebagai tempat tinggal pendiri kampung, berada paling selatan dan menghadap ke utara, mengingatkan bahwa nenek moyang mereka berasal dari utara. 

Hal itu menjelaskan, meski berada di bibir pantai, penduduk Ratenggaro tak ada yang menjadi nelayan.

Berasal dari daratan, mereka tidak memiliki tradisi melaut. 

Baca juga: Itinerary Pulau Sumba 5 Hari 4 Malam, Petualangan Wisata Alam dengan Bujet Rp 6 Juta

Mereka seperti orang gunung terjebak di pantai.

Ciri lain dari rumah-rumah khusus itu ada pada gelang atau cincin di tiang utamanya. 

Posisi dan jumlah rumah juga tak pernah berubah sejak zaman nenek moyang ratusan tahun lalu. Setiap posisi rumah mempunyai segel masing-masing.

Material rumah pun masih sesuai dengan aturan adat. 

Tiang utama harus terbuat dari kayu kadimbil atau kayu besi. 

Atap dari alang-alang kering, bambu, kahi kara (sejenis akar gantung). 

Untuk pengikat bangunan, mereka menggunakan rotan. Jadi, rumah mereka tak mengandung unsur logam, baik paku untuk perekat maupun atap seng. 

Seluruh material diambil dari bahan alam di lingkungan sekitar.

Secara umum, rumah adat Ratenggaro berbentuk rumah panggung terdiri dari empat tingkat. 

Tingkat pertama diperuntukkan bagi hewan peliharaan warga. 

Tingkat berikutnya merupakan tempat tinggal pemilik rumah dan selanjutnya ada tingkat untuk menyimpan hasil panen.

Kemudian di atas tempat memasak terdapat sebuah kotak yang merupakan tempat menyimpan benda keramat dan tingkat teratas adalah tempat untuk meletakkan tanduk kerbau sebagai simbol tanda kemuliaan.

Tipikal rumah adat di Desa Ratenggaro hampir sama seperti di Flores dan Toraja. 

Terdapat rahang babi hutan lengkap dengan taringnya dan tanduk kerbau digantung di dalam atau pekarangan rumah. 

Ini sebagai simbol bahwa orang yang memiliki rumah tersebut pernah melaksanakan upacara adat.

Kampung Adat Ratenggaro di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT). (Allwyn Wawyn, CC BY-SA 4.0 , via Wikimedia Commons)

Wisata Pantai Rantenggaro

Saat berwisata ke desa adat ini, kita tidak hanya menikmati suguhan uniknya rumah adat dan tebaran ratusan menhir. 

Warga desanya juga menjual aneka hasil kerajinan seperti kain tenun Sumba dan manik-manik dari batu dan taring babi hutan.

Kawasan pantainya di belakang perkampungan juga layak dikunjungi. 

Garis pantainya lumayan panjang dan dapat disusuri tak hanya dengan berjalan kaki saja. Jika tak ingin cepat lelah, kita dapat menyewa kuda dari penduduk setempat.

Dikenal sebagai kuda Sumba, perawakannya lebih kecil kendati tak kalah gesitnya dengan kuda-kuda lain yang bertubuh lebih besar. 

Kuda-kuda ini juga bisa diajak berenang meski sedang ditunggangi, melintasi genangan setinggi 1-1,5 meter yang memisahkan garis pantai menjadi beberapa bagian.

Pasir pantainya putih bersih dan halus mirip butiran gula. 

Baca juga: Pesona Air Terjun Pabeti Lakera di Sumba Barat Daya NTT, Cocok untuk Liburan Akhir Pekan

Di beberapa titiknya membentuk gosong atau pasir timbul sepanjang hampir 200 meter dari bibir pantai. 

Gosong ini terbentuk saat air laut sedang surut. 

Biasanya terjadi ketika pagi hingga siang hari.

Munculnya gosong seolah mempertegas batas antara wilayah laut serta daratan di sekitarnya termasuk dengan muara Wai Ha, sungai terpanjang di Kabupaten Sumba Barat Daya, yakni 19 km. 

Tak seperti muara sungai pada umumnya, air Wai Ha yang mengalir ke laut umumnya tetap berwarna jernih dan jarang keruh.

Pasalnya aliran Wai Ha kebanyakan melintasi kawasan hutan belantara dan perkampungan adat yang memegang teguh kelestarian alam. 

Gelombang laut di Pantai Ratenggaro cukup besar karena berasal dari arus selatan Samudera Hindia. 

Ini sangat cocok bagi para pemburu ombak alias penggemar olahraga selancar.

Ratenggaro posisinya sekitar 56 kilometer dari Tambolaka, ibu kota Kabupaten Sumba Barat Daya, dan dapat ditempuh dalam 1,5 jam berkendara melewati aspal mulus. 

Wisatawan bisa mencapai desa unik ini dari Tambolaka dengan menyewa mobil bertarif Rp 500 ribu untuk dipakai seharian. 

Atau dapat menggunakan jasa ojek bertarif Rp 200 ribu-Rp 300 ribu.

(Pos-Kupang.com/Alfred Dama)(TribunTravel.com/SA)

Artikel ini telah tayang di Pos-Kupang.com dengan judul Wisata NTT , Pesona Rumah dan Kampung Adat Ratenggaro Unik di Pulau Terindah, Sumba.