Uniknya, cita rasa cokelat dari kedua daerah tersebut berbeda.
Baca juga: Roarrty Hadirkan Varian Menu Cranberry untuk Oleh-oleh, Pencinta Roti Sourdough Wajib Coba
Cokelat Kapuas Hulu yang ditanam dengan sistem agroforestri memiliki rasa yang lebih kuat.
Sementara cokelat Sintang yang ditanam di tengah kebun karet memiliki sentuhan rasa kacang-kacangan.
Selain cokelat, Kalara Borneo juga mengolah buah maram menjadi sirup.
Buah yang tumbuh di rawa gambut ini memiliki rasa asam manis yang segar.
Tantangan dan Kisah Unik
Kalara Borneo berencana memasuki pasar Eropa, khususnya Belanda.
Meski belum memiliki izin ekspor, Tamara optimis bisa merambah pasar internasional.
Baca juga: Tenun Lurik Pedan, Oleh-oleh yang Wajib Bawa Pulang saat Liburan ke Klaten, Jawa Tengah
Tahun lalu, produk Kalara, termasuk sirup maram, diterima baik di Belanda karena rasanya yang mirip minuman musim panas Eropa.
"Sirup maram kami sangat diminati di Belanda, rasanya mirip dengan minuman musim panas di sana,” katanya.
Kesuksesan Kalara Borneo dalam mengolah cokelat lokal tidak terlepas dari berbagai tantangan.
Tamara menyebut, modal usaha sebagai hambatan terbesar dalam bisnis ini.
"Pengolahan cokelat tidak bisa dilakukan secara manual dan membutuhkan mesin khusus yang sebagian besar tidak tersedia di Indonesia," jelas Tamara.
Selain investasi mesin, biaya produksi, perizinan, dan pembangunan rumah produksi juga cukup besar.
Tantangan lainnya datang dari petani kakao, yang kurang percaya pada pasar kakao dan terbiasa menanam secara monokultur.