Kepompong yang pecah direbus dan dihancurkan menjadi semacam benang yang menyerupai gumpalan kapas.
Benang kemudian dipintal dengan tangan dari benang ini dengan cara yang sama seperti dipintal dari serat serat pendek lainnya, seperti katun atau wol.
Benang sutra yang diproduksi dengan cara ini cenderung memiliki gumpalan, area yang menebal di mana serat pendek disatukan dengan tangan dalam proses pemintalan.
Gumpalan ini kadang-kadang muncul sebagai ketebalan kecil pada kain tenun akhir.
Ini mungkin menjadi alasan mengapa sutra tsumugi secara historis dapat diterima untuk digunakan oleh rakyat jelata dan kurang dapat diterima untuk digunakan oleh kelas atas.
Kini, "cacat" dianggap sebagai "fitur" dan sutra tsumugi sangat dianggap sebagai kain yang digunakan untuk pakaian ketika pemakainya ingin mengekspresikan individualitasnya, terutama dalam suasana informal.
Seringkali dalam memproduksi sutra tsumugi, benangnya diwarnai sebelum ditenun menjadi kain.
Pewarnaan benang secara berkala di sepanjang benang untuk menghasilkan pola setelah kain ditenun, hal ini disebuh metode kasuri yang sering digunakan dalam produksi tekstil Jepang.
Selama berabad-abad sutra tsumugi telah diproduksi di sebagian besar wilayah Jepang.
Namun, adanya modernisasi, kerajinan rakyat yang padat karya telah punah di banyak daerah.
Dua tempat yang terkenal saat ini karena terus memproduksi sutra tsumugi menggunakan metode tradisional adalah pulau Kumejima di Okinawa dan kota Yuki di Ibaraki.
Kumejima Tsumugi
Kumejima adalah pulau kecil sekitar 100 kilometer di sebelah barat pulau utama Okinawa.
Produksi sutra Tsumugi dimulai di sini pada paruh kedua abad ke-15.
Metode penggunaan kepompong sutra yang tidak berguna ini diperkenalkan dari Tiongkok sebagai bagian dari perdagangan antara Tiongkok dan Okinawa.