Akses berita terupdate se-indonesia lewat aplikasi TRIBUNnews

Sejarah Tatung di Perayaan Cap Go Meh Singkawang, Cek Juga Rute Pawai Tahun Ini

Penulis: Nurul Intaniar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pawai Tatung Cap Go Meh 2019 di Singkawang. Tahun ini, Kota Singkawang, Kalimantan Barat akan kembali menggelar Pawai Tatung dari Jalan Diponegoro, Minggu (5/2/2023).

Melansir dari TribunPontianak.com, Tatung yang dilakukan di Kota Singkawang ini, dalam bahasa Inggris dikenal juga sebagai “Spririt Medium”, yang berarti dirinya menjadi medium untuk mengalami keadaan “trance” atau kerasukan roh.

Sedangkan dalam bahasa Mandarin, terdapat banyak istilah untuk menyebut istilah Tatung ini, seperti 跳童 (Tiào tóng); 神打(Shén dǎ), dikenal juga dengan sebutan2 lain, seperti 乩童 (Jī tóng) atau童乩 (Tóng jī).

Di antara semua sebutan Mandarin diatas, istilah Tatung yang ada di Singkawang lebih mengikuti dari arti harafiah bahasa Mandarinnya 神打 (Shén dǎ), dimana 神 (Shén) artinya “Dewa” dan 打(Dǎ) artinya “pukul”.

Baca juga: Sebagai Ajang Pemersatu Budaya Indonesia, Cap Go Meh 2023 Akan Digelar di Kota Bogor

Sejarah Tatung

Tatung berkaitan erat dengan para perantau Tiongkok yang berimigrasi ke Kalimantan Barat di masa lampau.

Seperti yang tertulis dalam buku Orang Cina Khek dari Singkawang, disebutkan bahwa ada sekira 99 persen etnis Tionghoa yang menetap di Indonesia.

Mereka datang dari dua provinsi di Tiongkok, yaitu Fujian dan Guangdong.

Para perantau Tionghoa tersebut kemudian beralkulturasi dengan masyarakat dari Suku Dayak.

Perantau Tionghoa itu sebelumnya dipekerjakan oleh Sultan Sambar sebagai penambang emas di Monterado.

Ketika masih tinggal di lahan yang berupa hutan belantara, tiba-tiba muncul satu wabah penyakit yang membuat banyak orang resah.

Baca juga: Rekomendasi 5 Tempat Wisata di Singkawang Buat Meriahkan Perayaan Cap Go Meh

Rangkaian atraksi tatung dalam puncak perayaan Cap Go Meh di Kota Singkawang, Kalimantan Barat, Jumat, (10/2/2017). Sebanyak 567 tatung turut berpartisipasi dalam perayaan budaya terbesar masyarakat Tionghoa di Kota Singkawang. (KOMPAS.com/YOHANES KURNIA IRAWAN)

Masyarakat di sana kala itu masih belum mengenal ilmu medis, sehingga belum ada dokter yang mampu menangani wabah penyakit tersebut.

Oleh sebab itu setiap kemalangan atau petaka yang menimpa mereka, sering dikaitkan dengan ulah roh jahat yang datang dari para perantau Tiongkok.

Nah, untuk mengatasi hal itu mereka menempuh suatu langkah dengan mendatangi paranormal atau mengikuti ajaran dari tanah leluhur, yakni ajaran dari Taoisme, yaitu dengan melakukan ritual Tatung.

Langkah yang mereka ambil tersebut memungkinkan mereka untuk meminta pertolongan kepada Dewa Dewi atau roh leluhur untuk mengusir kemalangan maupun petaka.

Sehingga Pawai Tatung masih eksis sampai sekarang, khususnya di acara Cap Go Meh Singkawang.

Halaman
123