Untuk melayani jalan rel dengan gauge 600 mm, SS mendatangkan lokomotif uap jenis ini secara bertahap.
Dimulai dengan 6 unit pada 1955, 4 unit pada 1920 dan 5 unit pada 1922, sehingga total berjumlah 15 unit.
Sebanyak 3 unit lokomotif TC10 dialokasikan untuk beroperasi di jalan rel dengan gauge 600 mm di Jawa Timur.
Sementara sisanya beroperasi di jalan rel dengan gauge 600 mm di Jawa Barat.
Lokomotif TC10 memiliki susunan roda 0-6-0T, dengan dua silinder berdimensi 240 mm x 340 mm dan roda berdiameter 675 mm.
Secara keseluruhan, lokomotif TC10 mempunyai berat mencapai 12,7 ton serta menggunakan bahan bakar kayu jati.
Lokomotif TC10 juga dilengkapi dengan kotak pasir (sand box).
Kota pasir adalah kotak yang diisi dengan pasir, digunakan untuk menyemportkan pasir ke jalan rel.
Tujuannya agar permukaan rel menjadi kering sehingga roda tidak mengalami slip.
Lokomotif ini beroperasi di jalan rel dengan gauge 600 mm.
Setelah jalur kereta Rengasdengklok-Karawang-Wadas-Cikampek non aktif pada 1979-an, lokomotif TC.10.08 pun purna tugas dan disimpan di Dipo Karawang sebelum akhirnya dibawa ke Bandung untuk dimonumenkan.
Monumen kemudian diresmikan pada 28 September 1992, bertepatan dengan ulang tahun ke-47 Perumka (nama KAI pada saat itu).
Posisi TC.10.08 diletakkna di atas sebuah turn table.
Selain di Stasiun Bandung, lokomotif TC.10.08 juga dapat ditemui sebagai monumen, antara lain di Taman Mini Indonesia Indah (TC.10.11) dan di dalam Balay Yasa Manggarai (TC.10.11).
Baca juga: Mengenal Lokomotif Pertama di Perkeretaapian Indonesia, Dijuluki Si Jengki
(TribunTravel.com/mym)
Baca selengkapnya soal artikel kereta api di sini.
Baca tanpa iklan