Bahkan, pencegah racun ikan buntal hingga saat ini kata Ery belum ditemukan, sehingga upaya yang dilakukan pihak medis hanya mengusahakan agar racun bisa dikeluarkan lewat muntah dan menjaga pernafasan korban.
"Dari tahun 1990-an kasus seperti ini sering terjadi di Gerokgak. Kami sudah sempat memberikan sosialisasi bersama Dinas Kesehatan agar ikan buntal ini tidak dikonsumsi. Kasusnya sempat landai, dan sekarang rupanya terjadi lagi.
Ini sangat disayangkan, karena makan ikan buntal sangat berisiko kematian hingga kelumpuhan otot-otot. Risikonya sangat tinggi, jadi disarankan jangan dikonsumsi," terangnya.
Dengan adanya kejadian ini, Ery mengaku akan berkoordinasi bersama Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan Buleleng, serta Dinas Kesehatan Buleleng untuk kembali melakukan sosialisasi kepada masyarakat di Kecamatan Gerokgak untuk tidak mengonsumsi ikan buntal.
"Kalau produknya sih setau saya tidak ada yang jual. Kemungkinan masyarakat disana kan habis melaut, kemudian dapat ikan buntal, lalu diolah untuk dikonsumsi sendiri," tutupnya. (*)
Baca juga: 7 Sate Kambing Legendaris di Jogja, Sate Kambing Muda Bogem Ada Sejak 1988
Baca juga: Opera House, Kompleks Apartemen Mewah di Rusia yang Dalamnya Seperti Istana Firaun
Baca juga: 4 Kedai Ramen di Bogor Favorit Wisatawan, Cocok untuk Rekomendasi Menu Makan Malam
Baca juga: Batu Nisan di Kuburan Ini Menuliskan Nama Aneka Rasa Es Krim, Apa Tujuannya?
Artikel ini telah tayang di tribun-bali.com dengan judul 1 Anak di Buleleng Tewas Keracunan Ikan Buntal, Fakta Racunnya 200 Kali Lebih Berbahaya dari Sianida