Menurut Aldo, dia meracik dua jenis kopi yang menjadi house blend Co-Laboreat, yakni kopi lokal Java Arumanis dan Brazil Cerrado.
Kemudian, untuk menu minuman espresso base, Aldo mengungkapkan rahasinya, yakni dia melakukan penyeduhan metode ristretto.
"Ristretto itu disebut juga half short-nya espresso. Saya mengkalibrasi mesin espresso menjadi ristretto. Ini bukan rahasia di kalangan barista, tapi memang mengkalibrasi ristretto itu membutuhkan pengalaman," kata Aldo.
Seduhan teknik ristretto itu, tambah Aldo, menghasilkan rasa kopi yang lebih pekat namun lebih manis dibandingkan espresso.
"Kami di Co-Laboreat tidak pakai gula, terutama untuk minuman panasnya. Semua minuman kami juga pakai kopi jenis arabika. Ristretto membuat rasa manis dari kopi keluar dalam bentuk after taste. Sementara susu yang di-steam dalam suhu 60 sampai 70 derajat (Celcius) juga mengeluarkan rasa manis," kata Aldo membagi ilmu perkopiannya.
Pantesan, Flat White tadi rasanya sangat enak, karena kopi dan susu tidak saling adu kuat.
Menurut Aldo, favorit pengunjung yang datang ke Co-Laboreat selama sepekan ini adalah Piccolo.
Al dente
Kemudian pesanan makanan kami datang, spaghetti carbonara dan mi ayam.
Begitu suapan pertama spaghetti itu masuk mulut, saya dan Ika langsung terkesiap dalam arti yang positif. Pasalnya rasa spagetthi carbonara itu enak sekali.
Rasa keju dan telur yang dikocok sampai menjadi serupa krim di penganan itu lezat sekali di lidah.
Ditambah tingkat kematangan pastanya sangat pas. Kenyal-kenyal yang memberikan sensasi menyenangkan di mulut. Al dente kalau kata orang-orang Italia sana.
Meski pun porsinya tidak besar, namun paduan telur dan keju serta kekenyalan spaghetti-nya memberikan rasa puas di mulut dan perut.
Indra Lesmana, sang koki di Co-Laboreat, mengungkapkan bahwa dia masih menggunakan bahan-bahan biasa untuk penganan itu. Maksudnya, dia menggunakan keju parmesan yang dijual di pasar swalayan.
"Soalnya saat ini kami masih mencoba dan mencari menu yang bakal disukai pengunjung. Nantinya saya akan menggunakan bahan baku yang sesuai resep aslinya," kata Indra.
Terus terang, saat mendengar itu dalam hati saya berkomentar, "Pakai bahan kw aja udah enak kayak gini."
Sepertinya, kopi dan penganan yang enak di Co-Laboreat sudah tersiar di penjuru Kota Bogor.
Hal ini terlihat dari pengunjung yang terus berdatangan sejak sore di hari Sabtu itu.
Meski pun baru buka selama sepekan, pengunjung Co-Laboreat tergolong banyak untuk ukuran kafe baru.
Semakin malam semakin banyak yang datang. Kebanyakan pengunjung memilih langsung ke rooftop, karena suasananya memang lebih romantis.
Tempat parkir di depan kafe pun tak lagi dapat menampung kendaraan pengunjung.
"Kami sudah memperhitungkan soal ini, sehingga sudah menyewa lahan di belakang untuk tempat parkir. Nantinya akan ada layanan valet yang bisa dimanfaatkan oengnjung," ujar Suryadi.
Di malam minggu itu, kebanyakan pengunjung tampaknya adalah teman-teman yang ingin mengobrol seperti kami. Tapi ada pula beberapa keluarga yang datang, sekadar untuk pelesir akhir pekan.
Menurut Suryadi, target pasar mereka memang warga Kota Bogor, terutama untuk tempat co-working.
Namun, warga Jakarta sudah pasti akan mereka terima dengan senang hati.
Informasi terbaru dari Suryadi, selama pemberlakuan pembatasan waktu operasional di Bogor, atau "jam malam" kata warga Bogor sendiri, Co-Laboreat buka dari pukul 08.00 sampai 20.00 setiap harinya.
• 5 Kafe di Bandung yang Sediakan Kopi Kemasan Literan, Pas Buat yang Lagi Staycation
• Wisata Kuliner di Jogja, Mampir ke Kopi Merapi hingga Cicipi Bakmi Jawa Mbah Gito
• Siniih Kopi, Tempat Ngopi Instagramable untuk Liburan Akhir Pekan
• 6 Perbedaan Kopi Arabika dengan Kopi Robusta, dari Bentuk Biji hingga Kandungan Kafein
• 5 Kegunaan Kopi Bubuk Selain Diminum, Bisa Hilangkan Kerak di Wajan hingga Bikin Daging jadi Empuk
Artikel ini telah tayang di Tribunwartakotatravel.com dengan judul Co-Laboreat, Tempat Ngopi yang Menyediakan Arena Co-working di Bogor
Baca tanpa iklan