Maka saya paham sekarang mengapa kafe ini bernama Co-Laboreat. "Co" itu untuk menunjukkan community (komunitas).
Sementara "Labor" dari bahasa Inggris yang artinya kerja, untuk menunjukkan area co-working.
Sedangkan "Eat", yang tak perlu dijelaskan lagi terjemahannya, menunjukkan bahwa tempat ini menyediakan makanan.
Jika dibaca, Co-Laboreat akan terdengar seperti collaborate, yang artinya kerja sama. Lagi-lagi merujuk kepada tempat co-working tadi.
Menurut Suryadi, ide awal para pemilik Co-Laboreat memang ingin menyediakan ruangan "kantor" bagi yang membutuhkan, dan kafe.
"Jadi para enterpreneur pemula, pebisnis bisa bekerja dengan nyaman, karena di tempat kami memiliki koneksi internet berkecepatan tinggi," kata Suryadi.
Co-Laboreat juga tak lupa menyediakan ruang rapat, yang bisa digunakan untuk pertemuan bisnis.
Ruangan untuk bekerja itu terletak di lantai dua, dengan nuansa yang lebih ceria dan kekinian.
Meski gedungnya berlantai dua, namun bagian atapnya juga digunakan untuk menampung tamu.
Ruangan rooftop itulah yang bisa digunakan komunitas masyarakat untuk menggelar acara. Tapi sepertinya lebih cocok untuk acara sore dan malam hari, karena terlihat lebih cantik dengan dekorasi lampu-lampunya.
Di lantai ini ada karya seni mural yang keren untuk foto-foto, dan dipajang di sosial media.
Kopi dan pasta
Nah, hari itu saya datang bukan ingin bekerja tapi mau ngopi dan makan-makan bersama Ika dan Janur. Sudah lama kami tak bersua gara-gara pandemi Covid-19.
Saat melihat menu kopinya, saya langsung tahu apa yang akan saya pesan, yakni Flat White.
Minuman espresso base itu memang favorit saya. Apalagi setelah berbulan-bulan tidak jajan ke kafe karena pembatasan sosial berskala besar (PSBB), sehingga hanya bisa meneguk kopi instan sachet-an yang dibeli secara daring.
Baca tanpa iklan