"Mereka tetap boleh masuk ke pura, asalkan berpakaian sopan atau adat Bali. Kedua, kalau memotret jangan pakai flash. Lalu, perempuan tidak sedang haid," sambung dia.
Namun, untuk perayaan Galungan kali ini, pemandangan tersebut tidak bisa terlihat karena Bali belum menerima wisman akibat pandemi Covid-19.
Kuningan, saat di mana dewa-dewa dan leluhur kembali ke surga
Kuningan dirayakan 10 hari setelah Hari Suci Galungan.
Hari Raya Kuningan dimaksudkan untuk merayakan saat di mana Dewa-dewa dan leluhur kembali ke surga setelah bertemu keturunannya.
"Kalau Kuningan, Dewa-dewa leluhur kembali ke surga. Puncaknya tetap di Galungan. Kuningan itu mereka sudah kembali," kata Pitana.
Biasanya, orang akan mengucapkan Selamat Hari Suci Galungan dan Hari Raya Kuningan secara bersamaan pada hari Galungan.
Namun, bagi Pitana, ia lebih memilih untuk memisahkan pengucapan selamat tersebut.
"Kalau saya lebih sering memisahkannya, karena jarak 10 hari. Sekarang kita sebutkan Selamat Galungan, 10 hari kemudian kita sebutkan Selamat Hari Raya Kuningan, seperti itu," ujar dia.
Hari Raya Kuningan juga tak terlalu dirayakan dengan meriah oleh umat Hindu di Bali.
Puncak perayaan tetap ada di Hari Suci Galungan.
Oleh karena itu, wajar apabila hari Kuningan digelar secara sederhana oleh umat Hindu di Bali maupun di daerah lainnya.
"Kuningan itu kecil. Biasalah, misalnya seperti kita upacara di kantor, dibuka oleh menteri, ditutup pak Lurah, misalnya. Jadi pembukaannya besar, penutupannya sekadarnya saja," ujar Pitana.
• 10 Fakta Hari Raya Galungan, Termasuk Berbagai Prosesi Sebelum dan Sesudah Galungan
• Sempat Dibuka 2 Pekan, Desa Adat Penglipuran Bali Kembali Ditutup untuk Wisatawan
• Tips Liburan di Bali Saat Hari Raya Galungan dan Kuningan
• Tradisi Umanis Galungan, Tak Sekadar Bersenang-senang ke Tempat Wisata
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Galungan dan Kuningan Berbeda, Ini Penjelasannya.
Baca tanpa iklan