TRIBUNTRAVEL.COM - Gunung Lawu dan Mbok Yem bagai dua hal yang tak dapat dipisahkan.
Mbok Yem yang bernama asli Wakiyem, sudah tinggal menetap di Gunung Lawu sejak tahun 1980-an.
Bukan di lereng atau kaki gunung, namun ibu empat anak ini tinggal di sebuah pondok yang terletak beberapa meter dari Puncak Hargo Dumilah Gunung Lawu di ketinggian 3.265 mdpl.
Tak sekadar tinggal, Mbok Yem juga berjualan makanan dan minuman demi ‘memanjakan’ kaum pendaki.
“Saya di sini menetap dan jualan pecel, gorengan, dan minuman. Sejak tahun 80-an,” kata Mbok Yem sambil menggoreng tempe menjes, saat ditemui di pondoknya di Gunung Lawu, Rabu (24/8/2016).
Ketika ditanya soal usia, ia harus berpikir keras.
“Wah, saya lupa tanggal lahir saya. Mungkin usia saya sekitar 70 tahun,” desisnya lirih, namun suaranya terdengar berat.
Wajar bila fisik Mbok Yem drop.
Pasalnya, Gunung Lawu memang dikenal memiliki cuaca ekstrem.
Di luar pondok yang sanggup menampung 30-an pendaki itu sedang berkecamuk angin kencang.
Bahkan, saat malam hari, suhu bisa mencapai minus 5 derajat.
Gunung Lawu yang terletak di perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah, memang dikenal sebagai suaka kawanan angin kencang.
• Ini Pilihan Transportasi ke Gunung Lawu dari Jakarta
• 3 Jalur Pendakian Gunung Lawu, Lanskap Sabana Terlihat Saat Mendaki Lewat Candi Cetho
“Di atas atau di bawah hawanya sama saja, sama-sama dingin. Ya namanya cari rezeki, saya nggak masalah tinggal di atas gunung. Demi melayani pendaki. Mereka bebas menginap di pondok saya. Saya tidak pernah menarik tarif. Tarifnya ya mereka beli makanan atau minuman di sini,” ungkap Mbok Yem yang ditemani anak keduanya, Saelan (50).
Biar pun selalu ramai dikunjungi ratusan pendaki, tapi Mbok Yem tak pernah kehabisan stok bahan makanan.
Nasi pecel beserta telor ceplok selalu siap dihidangkan. Pun demikian dengan aneka wedang dan softdrink.