TRIBUNTRAVEL.COM - Berkembangnya aktivitas manusia dan teknologi serta semakin besarnya populasi manusia, menimbulkan berbagai dampak besar terhadap lingkungan.
Satu di antaranya kepunahan satwa atau tumbuhan liar atau semakin tergiringnya berbagai spesies ke ambang kepunahan.
Setelah burung makaw biru dinyatakan punah di alam liarnya di Brazil dan satu-satunya siput jantandari spesies Achatinella apexfulva yang tersisa di Hawaii mati, kini keberadaan keong di Bahama semakin terancam.
Dikutip TribunTravel.com dari laman This is Insider, sejumlah penelitian menunjukkan, spesies keong (conch) di Bahama diperkirakan akan punah dalam 10 tahun yang akan datang.
Padahal, cangkang keong yang unik dan berukuran besar ini kerap menjadi souvenir khas yang bisa dibawa pulang dari Bahama.
Sebenarnya, Bahama dikenal sebagai kepulauan tempat sejumlah besar populasi keong berada.
Namun, di Bahama pulalah keong tersebut kesulitan bereproduksi.
Selain itu, ancaman overfishing atau penangkapan secara besar-besaran juga mempersulit kesempatan keong tersebut untuk berkembang biak.
Prediksi kepunahan keong ini tentu menjadi pukulan telak bagi Bahama.
Sebab, keong menjadi bagian yang tak terpisahkan dari budaya dan tradisi lokal.
Diperkirakan, sekitar dua persen dari populasi penduduk Bahama atau sekitar 9.000 orang nelayan, bergantung pada penangkapan keong.
Sebagai contoh, kasus di Florida Keys bisa bertindak sebagai kisah peringatan.
Setelah populasinya melimpah di wilayah Florida Keys, penangkapan ikan secara berlebihan menyebabkan kepunahan populasi keong dan runtuhnya industri perikanan lokal pada 1975.
Dengan beberapa peraturan penangkapan ikan yang terbilang terlalu longgar di Karibia, tidak mengherankan jika Bahama juga menghadapi masalah semacam ini.
Para konservasionis mendorong pemerintah untuk menegakkan aturan yang sudah ada dengan lebih baik.