Sebaliknya, Lameira justru berpikir bahwa perilaku induk orangutan tersebut adalah bentuk ketenangan agar tidak menarik perhatian.
"Sang induk melihat predator itu sebagai ancaman paling berbahaya bagi anaknya dan ia memilih untuk tidak berkomunikasi sampai bahaya hilang," kata Lameira.
Menurut Lameira, tidak segera menanggapi stimulus (dalam hal ini kamuflase harimau) adalah tanda kecerdasan.
• Lihat Orangutan di Sarawak? Kunjungi Taman Nasional Batang Ai yang Ditempuh 4 Jam dari Kota Kuching
Dia menambahkan, ini adalah bakat yang sejalan dengan kemampuan lain yang ditemukan pada kera seperti memori jangka panjang, komunikasi yang disengaja (bukan naluriah), dan kontrol yang baik terhadap otot laring.
Semua itu diperkirakan mengarah pada evolusi bahasa.
Para peneliti menulis dalam laporannya di jurnal Science Advances, "Keterlambatan bersuara juga merupakan fungsi untuk melindungi orang lain (dalam hal ini anaknya) dari bahaya, yang menunjukkan kognisi tingkat tinggi."
"Temuan kami menunjukkan bahwa referensi yang digantikan dalam bahasa cenderung awalnya bertopeng perilaku serupa pada moyang manusia, hominid," imbuh mereka dikutip dari Science Alert, Jumat (16/11/2018).
Dengan kata lain, kemungkinan kemampuan kita untuk memahami dan berkomunikasi tentang masa lalu telah berevolusi dari hominid kuno yang punya kaitan dengan manusia dan orangutan.
• Facebook Diibaratkan Rokok, Bagaimana Bisa?
• 4 Pantai Tersembunyi di Banyuwangi, Ada yang Termasuk Area Taman Nasional Meru Betiri dan Alas Purwo
• 5 Cara Menurunkan Berat Badan Tanpa Perlu Berolahraga, di Antaranya Bergaul dengan Teman yang Kurus
• Ini Alasan Kenapa Kantong Kursi Penumpang Jadi Bagian Paling Kotor dalam Kabin Pesawat
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bukan Hanya Manusia, Orangutan Sumatra juga Bisa "Bicara" Masa Lalu".