Bahkan, harga diri pun jadi taruhannya.
"Saya dulu pertama ada di Tengger ini sempat berpikir jaket itu sudah mahal harganya."
"Sudah dipakai ditutup sarung jadi gak kelihatan jaketnya."
"Setelah sekolah, pulang saya pakai jaket gak pake sarung."
"Kuliah juga jarang masuk, banyak hari-hari santai jadi pulang. Jadi selama SMA hingga lulus, saya banyak jadi pergunjingan," ungkapnya.
Ia mengaku pernah menjadi bahan pembicaraan di lingkaran Suku Tengger lantaran tak menggunakan sarung.
Menurutnya, hal itu terjadi lantaran ia telah berhasil melanjutkan di perguruan tinggi.
"Seolah-olah mikir saya malu jadi orang Tengger sehingga saya kuliah itu pakai sarung."
"Karena saya nandain di kampus itu ada orang Tengger."
"Sampai sekarang saya gak pakai sarung itu sungkan. Padahal gak dingin."
"Kalau cuaca mendung atau kabut kita memang gunakan sarung sesuai fungsi," ujarnya.
Penggunaan sarung oleh Suku Tengger sendiri memiliki ragam variasi tersendiri.
Penggunaan tersebut berdasarkan aktivitas dan jenis kelamin.
"Ada yang namanya bentuk Lampin. Itu dipakai seorang lelaki ketika bekerja keras."
"Kemudian ada jenis bekerja tapi mengandalkan keberanian atau keamanan."
Baca tanpa iklan