Akses berita terupdate se-indonesia lewat aplikasi TRIBUNnews

Penasaran Kenapa Warga Suku Tengger Gemar Mengenakan Sarung Sekali pun Siang Hari? Ini Jawabannya

Editor: Sri Juliati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pengojek motor asli Suku Tengger menggunakan sarung saat melakukan kegiatan sehari-hari seperti mengantarkan wisatawan ke Puncak B29 DI Desa Argosari, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Selasa (11/5/2017). Bagi Suku Tengger, sarung seperti harga diri, tren, dan juga identitas.

TRIBUNTRAVEL.COM - Kebanyakan warga baik tua dan muda, laki-laki dan perempuan, memakai sarung.

Itulah kesan yang tertangkap mata ketika memandang setiap sudut Desa Argosari, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.

Mereka adalah bagian dari masyarakat Suku Tengger.

Motifnya sarungnya beragam.

Cara menggunakannya pun berbeda-beda.

Di beberapa kegiatan mereka tampak mengalungkan sarung di leher.

Di waktu-waktu lainnya, mereka menggunakan sarung untuk menutup tubuh.

Desa Argosari yang berada di ketinggian di atas 2.000 meter di atas permukaan laut (mdpl) memang terasa dingin di kala malam atau pagi hari.

Meski sudah siang, masyarakat Suku Tengger di Desa Argosari pun masih terlihat menggunakan sarung.

Pertanyaan mendasar yang muncul di kepala adalah mengapa Suku Tengger di Desa Argosari atau di desa lain selalu menggunakan sarung?

Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Argosari, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Budiyanto menjelaskan sarung memiliki makna yang sangat penting bagi masyarakat Suku Tengger.

Penggunaan sarung pun memiliki banyak cara untuk memakai berdasarkan fungsi.

"Sarung ini saya pikir jadi identitas. Sarung ini jadi harga diri. Sarung ini juga jadi tren," kata Budiyanto.

Baginya, sarung punya cerita tersendiri di hidupnya.

Sarung seperti satu bentuk kebanggaan sebagai Suku Tengger.

Halaman
1234