TRIBUNTRAVEL.COM - Seorang pria menjadi viral di TikTok setelah mengunggah kisahnya saat terdampar di bandara Italia.
Bulan lalu, pria yang bernama Brian Parsa tersebut tengah menikmati liburan di Eropa bersama pacarnya.

Namun, momen liburan Parsa mendadak berantakan karena penerbangannya dialihkan.
Kisah berawal saat Parsa terbang dengan maskapai bertarif rendah Volotea dari Prancis ke Kroasia pada 22 Juli lalu.
Baca juga: Viral Aksi Penumpang Pesawat Nekat Menyelinap ke Kelas Bisnis, Bikin Penerbangan Putar Balik
Kala itu, pesawatnya harus dialihkan ke Italia karena cuaca buruk.
Sayangnya Parsa malah terdampar di sebuah kota kecil Italia selama dua hari.
Parsa mengabadikan momen perjalanannya yang kacau dalam sebauh unggahan video TikTok yang sudah ditonton lebih dari 600 ribu kali.
Video itu diambil saat Parsa berada di Bandara Brindisi, Italia, di mana dia sudah terjebak selama sehari.
"Yah, saya pikir saya memiliki nasib terburuk di dunia," kata Parsa dalam video tersebut.
Baca juga: Pasangan Perawat Selamatkan Nyawa Penumpang Pesawat yang Henti Napas, Wajah Sempat Membiru
"Sama sekali tidak ada orang di sini," imbuhnya sembari melintasi terminal bandara yang kosong.
Sebelum kejadian, perjalanan Parsa berjalan baik.
Di tengah penerbangan Volotea, kapten membuat pengumuman dalam bahasa Prancis, yang tidak sepenuhnya dipahami oleh Parsa.

Namun, ketika Parsa melihat ke luar jendela dan melihat kilat menakutkan menghiasi langit, ia menyadari parahnya situasi.
"Ada turbulensi hebat, kami mulai panik sedikit," kata Parsa.
Alih-alih mendarat di Dubrovnik, Kroasia, pesawat terpaksa melakukan perjalanan ekstra beberapa jam untuk berlabuh di Brindisi, sebuah kota pelabuhan di pantai Laut Adriatik, Italia.
Parsa mengatakan mereka tidak terlalu memusingkan situasi pada awalnya karena mereka diberitahu bahwa mereka akan melakukan penerbangan lain pada hari berikutnya.
Mereka juga ditempatkan di sebuah hotel untuk beristirahat malam itu.
Baca juga: Bikin Onar di Pesawat, Seorang Penyanyi Disetrum 3 Kali dalam Penerbangan
Keesokan harinya, 23 Juli, mereka menunggu di lobi hotel bersama semua orang dari penerbangan untuk menunggu bus yang membawa mereka kembali ke bandara Brindisi.
Tetapi bus itu tidak pernah datang, dan sebaliknya, mereka menerima pesan yang mengatakan bahwa pesawat akan berangkat keesokan harinya.
Mereka memutuskan untuk menjelajahi daerah sekitarnya untuk menghabiskan waktu.
Akan tetapi pada hari itu, Parsa mengatakan dia menerima teks lain dengan arahan baru.

Arahan tersebut mengatakan bahwa pesawat ke Kroasia akan berangkat pada hari yang sama, 23 Juli.
Jadi, pasangan itu bergegas kembali ke bandara.
Pesawat dijadwalkan berangkat pada tengah malam, tetapi menjelang keberangkatan, desas-desus mulai beredar bahwa pesawat itu kelebihan pesanan dan tidak semua orang bisa naik ke dalamnya.
"Tentu saja, semua orang mulai panik," kenang Parsa.
"Ada beberapa wanita Prancis yang lebih tua yang menangis kesakitan, dan orang lain berteriak, orang-orang saling mendorong. Itu berantakan," imbuhnya.
Baca juga: Penumpang Ambil Alih Pesawat saat Pilot Sakit di Tengah Penerbangan & Berhasil Mendarat Darurat
Ketika giliran Parsa dan pacarnya untuk naik, dia mengatakan mereka tidak diberi tiket dan dia tidak tahu mengapa mereka tidak dipilih karena pemilihannya tampak "benar-benar acak".
Penerbangan itu, yang berangkat beberapa jam lewat tengah malam, menyebabkan 15 orang terlantar.
Dia mengatakan staf bandara berjanji kepadanya bahwa mereka akan dapat naik pesawat yang berangkat pukul 05.50 pagi pada 24 Juli ke Roma, dan dapat terhubung ke penerbangan ke Dubrovnik yang berangkat pukul 7 malam hari itu.
Pada saat itu, sekira pukul 2 pagi, Parsa mengatakan dia dan pacarnya "sangat kesal" dan "dehidrasi".
Setelah meminta air kepada staf bandara, mereka ditagih dua euro untuk minuman, yang membuatnya kewalahan.
"Mereka bahkan tidak bisa memberi kami air gratis pada saat ini setelah mengacaukan kami karena hal buruk ini," tutur Parsa.
"Saya tenang sepanjang waktu, saya tidak ingin membuat keributan," ungkapnya.
Sambil menunggu penerbangan mereka ke Roma, Parsa mengatakan tidur di kursi bandara yang tidak nyaman hampir "tidak mungkin".
"Ada yang mencoba untuk tidur, ada juga yang tidak bisa tidur, mereka hanya jalan-jalan, mondar-mandir,” ujar Parsa.
"Beberapa orang mencoba tidur di lantai yang kotor. Itu adalah pengalaman yang mengerikan," terangnya.
Ketika mereka pergi check-in untuk penerbangan mereka, staf bandara sebelumnya telah beralih ke kelompok petugas baru, yang memberi tahu mereka bahwa pesawat ini juga sudah penuh dipesan.

"Pada titik ini, kita seperti, apa keberuntungan kita?" ucap Parsha.
"Ini gila, mereka berjanji pada kami bahwa kami akan naik penerbangan Roma dan sekarang mereka mengatakan ini," jelasnya.
Parsa mengatakan Volotea memberi mereka beberapa voucher makanan, namun tidak satu pun dari tiga restoran di bandara Brindisi yang mau menerimanya.
Sebagai kompensasi, bandara membantu Parsa dan pacarnya menyiapkan mobil pribadi yang akan membawa mereka ke Roma sehingga mereka dapat terbang ke Kroasia hari itu juga.
Sayangnya, Parsa menggambarkan perjalanan mobil itu sebagai "traumatis" karena pengemudi mereka melaju dengan kecepatan 177 km/jam sembari bermain ponsel.
Keduanya akhirnya berhasil sampai ke Roma, dan dengan demikian tujuan akhir mereka di Kroasia.
Mereka akhirnya menghabiskan sekira 13 jam di Krasia sebelum menaiki penerbangan berikutnya ke London untuk perjalanan terakhir liburan mereka.
Parsa membuat video TikTok untuk merayakan waktu singkat yang mereka habiskan di Dubrovnik.
Sejak bencana ini, Parsa mengatakan dia mencoba menghubungi maskapai Volotea berkali-kali, termasuk meminta pengembalian dana penuh.
Namun, semua yang dia dengar dari perusahaan adalah tanggapan otomatis yang mengatakan akan memproses permintaan mereka dalam 4 hingga 6 minggu ke depan.
Baca juga: Penumpang Diblacklist dari Penerbangan usai Bikin Keributan hingga Pesawat Mendarat Darurat
(TribunTravel.com/mym)
Untuk membaca artikel terkait berita viral, kunjungi laman ini.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.