TRIBUNTRAVEL.COM - Tahun baru Islam dikenal dengan sebutan malam satu Suro atau 1 Suro bagi masyarakat Jawa.
Bagi masyarakat, malam 1 Suro diyakini sebagai gerbang antara dunia gaib dan manusia bertemu.

Sehingga, masyarakat disarankan untuk tidak keluar rumah saat malam 1 Suro.
Mitos tersebut dipercaya dari zaman dahulu sampai saat ini.
Baca juga: 5 Fakta Unik Kebo Bule yang Diarak saat Kirab Malam 1 Suro, Ternyata Pengawal Pusaka Kerajaan
Meski demikian, malam 1 Suro kerap diperingati dengan sejumlah tradisi di sejumlah daerah di Indonesia.
Berikut sejumlah tradisi yang dirayakan masyarakat dalam menyambut malam 1 Suro.
LIHAT JUGA:
1. Tapa Bisu Mubeng Beteng (Jogja)
Tapa Bisu adalah tradisi tahunan berkeliling Keraton Yogyakarta tanpa sepatah kata pun.
Tradisi Mubeng Beteng Tapa Bisu Lampah sendiri sudah dilakukan sejak zaman Sri Sultan Hamengku Buwono II untuk menyambut turunnya malam pertama suro.
Rangkaian ritual Tapa Bisu diawali dengan lagu Macapat yang dinyanyikan oleh para abdi dalem Keraton Srimanganti Yogyakarta.
Ada doa dan harapan dalam kata-kata balada lagu Macapat yang dinyanyikan.
Meditasi hening atau tapa bisu dimulai dari tengah malam hingga dini hari dan dimulai saat lonceng Kyai Brajanala dibunyikan sebanyak 12 kali di ring Keben.
Kemudian para abdi dalem peserta tirakat mulai berjalan mengitari benteng Keraton Yogyakarta.
Rute Tapa Bisu dimulai dari Kelurahan Pancaniti, Jalan Rotowijayan, Jalan Kauman, Jalan Agus Salim, Jalan Wahid Hasyim, Suryowijayan, melewati Pojok Beteng Kulon, Jalan MT Haryono, Pojok Beteng Wetan, Jalan Brigjen Katamso, Jalan Ibu Ruswo, dan berakhir di Alun-alun Utara.
Dalam tradisi Tapa Bisu, peserta berjalan dalam diam dan menempuh jarak sekitar 4 kilometer.
Rombongan Mubeng Beteng Tapa Bisu dipimpin para abdi dalem berpakaian Jawa tanpa keris dan sepatu, membawa bendera Indonesia dan bendera Keraton Yogyakarta.
Setiap panji merupakan simbol para abdi dalem serta lima penguasa daerah istimewa Provinsi Yogyakarta, antara lain Sleman, Bantul, Kulonprogo, Gunungkidul, dan kota Yogyakarta.
Di belakang para abdi dalem biasanya juga ada warga sekitar dan wisatawan yang ingin langsung tertarik dan mengikuti tradisi tersebut.
Selama berjalan-jalan di sekitar benteng pada saat Tapa Bisu Lampah, peserta tirakat tidak diperbolehkan untuk berbicara, makan, minum atau merokok.
Situasi sakral dalam keheningan total selama perjalanan melambangkan evaluasi diri dan kepedulian terhadap semua tindakan yang dilakukan di tahun lalu.
Tradisi ini juga sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan dan memohon keselamatan dan kemakmuran untuk menyambut tahun baru.
Baca juga: Rute Kirab Pusaka Dalem 1 Suro Pura Mangkunegaran, Wisatawan Bisa Ikut Menyaksikannya
2. Kirab Pusaka Dalem (Solo)
Kirab pusaka Dalem merupakan tradisi yang digelar di Pura Mangkunegaran, berdasarkan informasi dari Kompas.com (9/8/2021).
Dalam tradisi ini, keluarga Pura Mangkunegaran, abdi dalem, serta masyarakat menggelar arak-arakan atau kirab pusaka mengelilingi tembok luar Pura Mangkunegaran sebanyak satu kali.
Kirab Pusaka Dalem oleh Pura Mangkunegaran digelar pada malam satu Suro.
3. Kirab Kebo Bule (Solo)

Salah satu tradisi menyambut malam Satu Suro yang dikenal oleh masyarakat adalah arak-arakan atau kirab hewan kerba yangbernama Kebo Bule atau Kebo Kiai Slamet.
Kirab Kebo Bule merupakan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Surakarta.
Menurut tradisi Tahun Baru Islam, beberapa kebo bule (kerbau putih) diarak keliling kota.
Masyarakat Surakarta percaya bahwa kerbau ini merupakan keturunan Kebo Bule Kyai Slamet dan dianggap keramat.
Kenapa harus kerbau?
Dikutip dari laman Kompas.com, leluhur hewan kerbau yang kulitnya berwarna putih kemerahan itu, dulunya merupakan hewan kesayangan Paku Buwono II.
4. Jamasan Pusaka atau Ngumbah Keris (Jogja & Solo)
Jamasan pusaka merupakan ritual mencuci benda pusaka pada bulan Suro.
Tradisi ini masih dilestarikan oleh Keraton Yogyakarta, Keraton Surakarta Hadiningrat, dan Pura Mangkunegaran.
Pada Keraton Yogyakarta, ritual jamasan pusaka ini tidak harus dilakukan pada satu Suro atau awal tahun.
Jamasan pusaka dapat digelar sepanjang bulan Suro.
Ritual mencuci benda pusaka ini memiliki makna tersendiri, yaitu membersihkan diri menyambut masa yang akan datang.
Namun, jamasan pusaka ini umumnya digelar secara tertutup, alias tidak bisa dilihat oleh masyarakat umum.
Pusaka meliputi senjata, kereta perang, perlengkapan berkuda, bendera, tumbuh-tumbuhan, gamelan, ijuk (aksara) dan lain-lain.
Jamasan-pusaka yang terkait dengan tujuan ini dilakukan untuk menghormati dan menjaga semua warisan keraton.
Baca juga: Libur Ramadhan di Makam Sunan Bonang, Tempat Wisata Religi Tuban dengan Tradisi Bubur Suro
5. Sedekah Laut (Jogja)
Ritual serupa juga digelar oleh masyarakat sekitar Pantai Baron dan Pantai Kukup, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Gunungkidul, Jogja.
Berdasarkan informasi dari Kompas.com, tradisi sedekah laut dimulai dengan selamatan atau kenduri yang diikuti oleh seluruh warga yang mencari rezeki di sekitar pantai.
Selesai kenduri, makanan dan gunungan yang berisi hasil bumi dibawa oleh warga dengan mengenakan pakaian tradisional.
6. Upacara Tabot (Bengkulu)

Sementara di Bengkulu, Tahun Baru ini menjadi hari peringatan wafatnya Husein bin Ali Abu Thalib, cucu Nabi Muhammad SAW.
Upacara ini dipengaruhi oleh upacara Karbala Iran.
Syekh Burhanuddin yang juga dikenal sebagai Imam Senggolo telah menyelenggarakan perayaan tahun baru Islam ini sejak tahun 1685.
Masyarakat percaya bahwa bencana dan kemalangan akan menimpa mereka jika tidak merayakan Tahun Baru Islam ini.
7. Ledug Suro (Magetan)
Di Magetan, Jawa Timur setiap 1 Suro masyarakat melestarikan tradisi Ledug Suro dengan "Ngalub berkah Bolu Rahayu".
Upacara diawali dengan karnaval Nayoko Projo dan Bolu Rahayu yang kemudian menjadi sasaran tawuran warga sekitar.
Warga percaya kue Tahu bisa membawa keberuntungan dan berkah.
Baca juga: Tradisi Perang Ketupat Malam Satu Suro di Ungaran Ditiadakan, Tahun Ini Diganti Doa Bersama
8. Nganggung (Bangka Belitung)
Tradisi malam 1 Suro di Bangka Belitung yaitu Nganggung.
Biasanya, umat Islam merayakan tradisi Nganggung berarti makan bersama dalam bahasa setempat.
Warga mengadakan acara makan bersama.
Seperti perayaan Idul Fitri dan Idul Adha, pertemuan tersebut dinaikkan menjadi tradisi Tahun Baru Islam.
Warga dari seluruh Bangka berdatangan untuk bersilaturahmi dan berkunjung ke rumah warga.
Bagi tuan rumah, semakin banyak tamu yang datang, semakin banyak pula harta benda yang didapatnya.
Makanan mirip Idul Fitri disajikan untuk menjamu tamu.
9. Barikan (Pati)

Di Pati, setiap 1 Suro-an, ada yang namanya tradisi Barikan.
Tradisi ini merupakan hajatan masyarakat, di mana rombongan akan membawa makanan dari rumah kemudian berdoa bersama.
Makanan yang didoakan lalu dimakan bersama.
Berbagi lauk pauk adalah suatu keharusan selama acara Barikan.
Baca juga: Jadwal & Rute Kirab Pusaka Malam 1 Suro Keraton Kasunanan Surakarta, Bakal Ada Kebo Bule yang Diarak
10. Ngadulag (Sukabumi)
Sebuah tradisi yang dilakukan oleh warga Sukabumi, Jawa Barat.
Tradisi tersebut dimeriahkan dengan lomba seni gendang yang diikuti sebagian besar warga.
Dalam lomba Ngadulag, tim minimal terdiri dari tiga orang pemain, pertama pemukul kendang, kemudian pemukul kohkol (terompet) dan pemukul aksesoris lainnya.
Para kontestan berlomba untuk berkreasi.
11. Suroan (Jawa)
Suroan merupakan tradisi warisan yang terus dipraktekkan masyarakat Jawa hingga saat ini.
Sebuah Suroan dilakukan pada setiap malam pertama suro atau tanggal Muharram pertama.
Tradisi satu malam Suroan berfokus pada kedamaian dan keamanan batin.
Oleh karena itu, pada malam pertama Suroan biasanya diadakan ritual pembacaan doa oleh seluruh umat yang merayakannya.
Ini dimaksudkan untuk mendapatkan berkah dan menangkal kemalangan.
Artikel ini telah tayang di TribunJogja.com dengan judul Mengenal 11 Tradisi 1 Suro Tahun Baru Islam, Ada Mubeng Beteng, Jamasan Pusaka hingga Sedekah Laut.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.