TRIBUNTRAVEL.COM - Lempar-lemparan atau perang ketupat pada malam satu suro atau 1 Muharram menjadi tradisi Warga Sidomulyo, Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.
Namun, tahun ini tradisi tersebut tak dilaksanakan.
Dikutip dari TribunJateng, Sabtu (30/7/2022), menurut Mudin Desa Sidomulyo, Maksun, hal tersebut dianggap mubazir atau tidak berguna lantaran membuang-buang makanan.
“Ya daripada dilempar-lemparkan mending kita makan aja,” ungkapnya kepada tribunjateng.com, Jumat (29/7/2022) petang.
Dengan tidak adanya perang ketupat, maka tradisi peringatan malam satu suro tahun ini diisi dengan doa bersama sebelum azan magrib.
Acara kemudian makan bersama setelah magrib.
Baca juga: Jadwal dan Rute Kirab Pusaka Malam 1 Suro Keraton Kasunanan Surakarta
Baca juga: Kebo Bule Milik Keraton Solo Mati Terpapar Virus PMK, Begini Nasib Kirab Malam Satu Suro
Ratusan warga setempat yang masing-masing membawa makanan seperti ketupat, sayur mayur, buah-buahan dan masakan lain berramai-ramai duduk dan berdoa di trotoar dan di tengah Jalan Letjend Suprapto.
Pelaksanaan doa dipimpin oleh mudin dan empat orang perangkat desa setempat.
Keempat perangkat desa itu melantunkan azan dan menghadap ke masing-masing penjuru, yakni utara, selatan, timur dan barat.
Warga atau peserta duduk di trotoar dan mengikuti prosesi tersebut.
“Maknanya yaitu mengusir keburukan dan mengharap kesejahteraan bagi warga.
Acara ini dinamai Tolak Balak, artinya menolak keburukan.
Baca juga: Jadwal dan Rute Kirab Pusaka Malam 1 Suro Keraton Kasunanan Surakarta
Baca juga: 7 Tradisi Unik Menyambut Tahun Baru Islam di Indonesia, Ada Kirab Kebo Bule di Solo
Kalau lempar-lemparan itu sebelumnya dimaknai membuang setan atau hal-hal jelek, jadi makanan disimbolkan sebagai setan yang harus dibuang,” imbuh Maksun.
Sebagai informasi, tradisi tersebut telah dilakukan turun temurun dan rutin setiap Tahun Baru Islam.
Pengumuman atau panggilan untuk warga dilakukan dengan membunyikan tiang listrik yang dipukul.
Hal itu berarti saatnya ratusan warga desa, dari anak-anak, remaja hingga orang tua, baik laki-laki maupun perempuan, semuanya turun ke jalan membawa ketupat dan sayur.
Puncak acaranya sendiri pada umumnya adalah perang ketupat.
Semua warga saling melempar ketupat dan makanan tersebut.
Baca juga: Fakta Kebo Bule dalam Kirab Pusaka Malam 1 Suro, Ternyata Bukan Jelmaan Kiai Slamet
Maksun menerangkan bahwa tidak digelarnya perang ketupat itu sejak munculnya wabah Covid-19.
Bahkan, dalam kurun waktu dua tahun terakhir, masyarakat setempat juga tidak berkumpul dan menggelar doa bersama.
Seorang warga setempat, Muryani (60), merasa senang lantaran kegiatan itu bisa disenggelerakan kembali 2022 ini.
“Ya senang akhirnya bisa kumpul-kumpul lagi, meskipun tidak ada lempar-lemparan, ya. Padahal perang ketupat itu seru juga sebenarnya,” ujarnya. (*)