TRIBUNTRAVEL.COM - Suku anak dalam (SAD) atau yang lebih dikenal dengan sebutan Orang Rimba adalah sebuah suku lokal dari Provinsi Jambi.
Orang Rimba memiliki beragam tradisi yang masih terus dilakukan hingga kini, termasuk tradisi Bekintangon.
Tradisi Bekintangon adalah pengabdian dalam menjalani proses berpacaran Orang Rimba.
Dalam peradaban Orang Rimba, perempuan rimba menempati posisi tinggi.
Hal ini terlihat dari dukun atau malim yang adalah seorang perempuan, garis keturunan pun berasal dari perempuan.
Baca juga: Karang Memadu, Tempat Pengasingan Warga Desa Penglipuran yang Melakukan Poligami di Bali
Bahkan, untuk mengukuhkan tumenggung atau pemimpin Orang Rimba dalam struktur masyarakat mereka, juga dilakukan oleh perempuan.
Tradisi Bekintangon sendiri mengatur seorang lelaki agar mengabdi kepada perempuan (pujaan hati) beserta keluarga si perempuan selama bertahun-tahun.
Sebelum menikahi perempuan pujaan hatinya, lelaki Rimba harus mengabdi terlebih dahulu selama 2.000 hari.
Hal ini dilakukan untuk membuktikan ketulusan dan kepandaian dalam mencari makan, berburu, dan meramu.
Tradisi Bekintangon ini juga diabadikan dalam buku Butet Manurung, Sokola Rimba.
TONTON JUGA:
Dalam buku itu, Butet menjelaskan perempuan rimba memiliki posisi tinggi dalam peradaban Orang Rimba.
Meskipun Orang Rimba lelaki memiliki banyak istri, tapi garis keturunan berasal dari ibu atau matrilineal.
Dengan demikian, apabila lelaki hendak memperistri perempuan rimba, maka dia harus tinggal bersama keluarga perempuan selama beberapa tahun.
Nah, poin penting dalam tradisi Bekintangon adalah mendidik calon istri.
Meskipun tinggal bersama keluarga perempuan, seorang lelaki rimba tak boleh macam-macam.
"Kalau pegang tangan, denda 20 bidang kain," tutur Betuah (19), seorang anak rimba yang pernah menjalani tradisi Bekintangon, namun gagal.
Bahkan, di beberapa daerah rimba yang lain, mengajak perempuan muda rimba bicara, bisa dikenai 50 bidang kain.
Apabila menikah, namun tradisi Bekintangon-nya belum genap lima tahun lebih atau sekitar 2.000 hari, maka ada tradisi dipukul pakai kayu (lelaki dan perempuan) oleh seluruh keluarga perempuan.

"Pukulan itu terkadang sampai cacat. Tapi kita boleh melarikan diri. Ini bagian dari menebus dosa. Karena bekintangon belum sampai 2.000 hari," terang Betuah.
Dalam tradisi Bekintangon, apabila hubungan yang dijalin menemukan kecocokan, sepasang Orang Rimba bisa melanjutkan hubungan mereka ke pelaminan.
Namun, sekalinya putus, mereka tak akan bisa kembali menjalani masa pacaran itu.
Sementara, apabila berhasil, maka tradisi Bakintangon lanjut pada ujian berikutnya, yakni Niti Antui.
Proses Niti Antui adalah seorang lelaki harus melewati pohon Antui yang sudah dikuliti, sehingga sangat licin.
"Kalau dia (lelaki) itu jatuh ya tidak bisa menikah. Karena Niti Antui ini membuktikan kejantanan, ketangkasan dan kecerdasan seorang lelaki," kata Eri Argawan, Kasi Tradisi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jambi.
Dia juga menjelaskan bahwa tradisi Niti Antui telah dicatat dan dilestarikan negara melalui skema Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) pada tahun 2017.
Baca juga: 5 Tradisi Unik Pernikahan Berbagai Negara, Pria di Rumania Harus Bayar Tebusan untuk Pasangannya
Baca juga: Bukit Pelangi hingga Upacara Adat Unik, Ini 5 Alasan Pulau Sabu Wajib Dikunjungi saat Liburan ke NTT
Baca juga: Potret Unik Masyarakat Suku Asli Indonesia yang Bermata Biru Menyala
Baca juga: Bayi yang Baru Lahir di Suku Ini Harus Diludahi, Konon Agar Berumur Panjang
Baca juga: 5 Suku dengan Ritual Teraneh di Dunia, Tato Ekstrem hingga Potong Jari