TRIBUNTRAVEL.COM - Perginya pemimpin senior Partai Komunis Indonesia (PKI), DN Aidit pada malam terakhir sebelum G30S/PKI masih jadi teka-teki.
Di penghujung bulan September, bangsa Indonesia kembali diingatkan dengan satu noda kelam, peristiwa G30S/PKI.
Bicara tentang G30S/PKI, satu tokoh yang kerap disebut-sebut namanya selain para pahlawan Revolusi adalah Dipa Nusantara Aidit alias DN Aidit.
DN Aidit adalah seorang pemimpin senior Partai Komunis Indonesia (PKI).
• Inilah Kondisi Ekonomi di Indonesia Beberapa Hari Sebelum G30S: Harga Barang Terus Naik
Masih banyak pertanyaan yang menggantung terkait seberapa jauh keterlibatan DN Aidit dalam peristiwa G30S/PKI.
Namun, yang masih menjadi misteri adalah hilangnya DN Aidit pada malam 30 September 1965.
Mengutip Seri Buku Tempo Orang Kiri Indonesia berjudul Aidit Dua Wajah Dipa Nusantara halaman 60-65, malam terakhir sebelum DN Aidit 'menghilang', ia sempat menerima tamu dan bertengkar dengan istrinya.
Setelah itu, tak diketahui ke mana perginya DN Aidit.
• Selain Napak Tilas Tragedi G30S, Kunjungi 4 Museum yang Simpan Koleksi Heroik TNI Ini
Menurut kesaksian Ilham, putra DN Aidit yang saat itu masih berusia enam tahun, tamu yang sempat bertemu dan mengobrol dengan DN Aidit di ruang tamu rumahnya adalah Hardoyo, mantan Ketua Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI), organisasi mahasiswa onderbouw Partai Komunis Indonesia (PKI).
Selain itu, ada beberapa tamu lain, seperti yang diceritakan Hardoyo kepada Ilham, yakni orang-orang partai, para pemimpin buruh, serta petani.
Rumah DN Aidit yang terletak di Jalan Pegangsaan Barat 4, Cikini, Jakarta Pusat memang kerap disambangi tamu, menurut adik Aidit, Murad.
• Sumur Maut Lubang Buaya, Sumur Berdiameter 75 Cm yang jadi Saksi Bisu Kekejaman G30S
Bagian paviliun kiri rumah DN Aidit memang digunakan sebagai Posko Pemuda Rakyat.
Selain itu, ada tanda apabila DN Aidit sedang berada di rumah dan bersedia menerima tamu.
Yakni, lampu serambi depan yang menyala.
Setelah Hardoyo pulang, kembali rumah DN Aidit didatangi tamu.
Kali ini dua orang berseragam militer warna biru.
• 8 Fakta tentang Film G30S/PKI, Sempat Raih Penghargaan Film Unggulan Terlaris
Tamu ini pun sempat dibentak istri DN Aidit, Soetanti, "Ini sudah malam."
Rupanya, dua orang tersebut bermaksud mengajak DN Aidit pergi.
Menurut kesaksian Ilham, Soetanti pun sempat ngotot agar DN Aidit tidak usah berangkat ke Istana.
Namun, DN Aidit tetap memutuskan pergi.
Hingga kini, 'hilangnya' DN Aidit masih menjadi misteri dan belum ada jawaban yang pasti.
Ada beberapa versi mengenai ke mana perginya DN Aidit.
1. Kesaksian Sudjono.
Menurut kesaksian Mayor Udara Sudjono di Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub), dialah yang menjemput DN Aidit di rumahnya, bukan Pasukan Cakrabirawa.
Lalu, Sudjono membawanya ke rumah Sjam Kamaruzaman, Kepala Biro Chusus PKI di Jalan Salemba Tengah, Jakarta.
Di tempat itu, sudah ada sejumlah anggota Biro Chusus yang menunggu.
Biro Chusus dibentuk DN Aidit tanpa sepengetahuan pengurus pusat (CC) PKI.
2. Versi Victor Miroslav Fic.
Menurut Victor Miroslav Fic dalam bukunya yang berjudul Kudeta 1 Oktober 1965: Sebuah Studi tentang Konspirasi, di rumah Sjam, DN Aidit melakukan cek terakhir Gerakan 30 September.
DN Aidit juga dipertemukan dengan Mayor Jenderal Pranoto Reksosamodro, perwira tinggi yang dekat dengan Presiden Sukrano.
DN Aidit menawarkan posisi Menteri/Panglima Angkatan Darat kepara Pranoto untuk menggantikan Jenderal Ahmad Yani.
DN Aidit juga menyampaikan konsep Dekrit Dewan Revolusi yang harus ditemukan malam itu dan disiarkan pada 1 Oktober 1965.
Setelah itu, rencananya DN Aidit bertemu Sukarno di rumah Komodor Susanto di Halim Perdanakusuma.
Pertemuan ini dirancang dengan skenario DN Aidit memaksa Sukarno membersihkan Dewan Jenderal, lalu memintanya mengundurkan diri sebagai presiden.
Namun, pertemuan dengan Sukarno ini gagal.
Gantinya, DN Aidit mengutus Brigadir Jenderal Soepardjo untuk menemui Sukarno yang berada di Halim tetapi di tempat terpisah.
3. Versi surat DN Aidit ke Sukarno.
Dalam surat DN Aidit ke Sukarno yang tertanggal 6 Oktober 1965, pada malam 30 September 1965 ia dijemput Cakrabirawa untuk rapat darurat kabinet di Istana Negara.
Namun, DN Aidit malah dibawa ke Jatinegara dan Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma.
Di Halim, DN Aidit ditempatkan di rumah kecil dan diberitahu tentang akan adanya penangkapan anggota Dewan Jenderal.
Keesokan harinya, DN Aidit menerima kabar Sukarno memberi restu terhadap penyingkiran Dewan Jenderal.
Lalu, DN Aidit diminta ke Yogyakarta dengan pesawat untuk mengatur kemungkinan evakuasi Sukarno.
Yogyakarta dipilih karena dianggap tempat yang tepat sebagai markas pemerintahan sementara.
Hingga kini, dari ketiga versi tersebut belum jelas mana yang lebih benar.
Pihak keluarga bahkan baru tahu beberapa tahun kemudian, DN Aidit pernah dibawa ke Halim Perdanakusuma.
Selain itu, tak ada yang tahu kebenaran pastinya.
(TribunTravel.com/Rizki A Tiara)