TRIBUNTRAVEL.COM - Masjid Agung Palembang menjadi satu ikon bersejarah di Kota Palembang, Sumatera Selatan.
Masjid ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah umat Islam, tetapi juga sebagai simbol kejayaan Kesultanan Palembang Darussalam yang meninggalkan warisan megah hingga kini.
Baca juga: Wisata Gratis di Jantung Kota Palembang di Ilir Timur I, Palembang, Sumatera Selatan
Baca juga: Itinerary Palembang 3 Hari 2 Malam Bujet Rp 1,5 Jutaan, Bisa Mampir ke Pulau Kemaro
Letaknya sangat strategis, berada di pusat kota, tepat di pertemuan Jalan Merdeka dan Jalan Sudirman, tidak jauh dari aliran Sungai Musi dan Benteng Kuto Besak.
Berdiri Sejak Abad ke-18
Baca juga: Itinerary 1 Day Trip Palembang, Start dari Indralaya Budget Rp 845 Ribu untuk 3 Orang
Masjid Agung Palembang dikenal juga dengan nama Masjid Sultan Mahmud Badaruddin I atau Jayo Wikramo.
Pembangunannya dimulai pada 1738 dan diresmikan pada 26 Mei 1748, pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin I.
Pada masa itu, masjid ini dibangun di utara Istana Kesultanan Palembang dan menjadi pusat kegiatan keagamaan sekaligus simbol kekuasaan Islam di Sumatera bagian selatan.
Lahan yang digunakan sebagai kawasan masjid merupakan wakaf dari Sayyid Umar bin Muhammad Assegaf Althoha dan Sayyid Achmad bin Syech Shahab.
Sejak berdiri, masjid ini menjadi pusat dakwah Islam, tempat musyawarah penting, hingga pusat perkembangan budaya Palembang.
Baca juga: 4 Tempat Wisata Gratis di Palembang yang Bisa Dijelajahi dengan Jalan Kaki
Renovasi dan Perluasan
Seiring perjalanan sejarah, Masjid Agung Palembang beberapa kali mengalami renovasi dan perluasan.
Pada 1819 dan 1821, masjid sempat rusak akibat peperangan besar, lalu dipugar oleh pemerintah Hindia Belanda.
Atap masjid diganti, dan menara ditinggikan.
Perluasan pertama dilakukan pada 1897 oleh Pangeran Nata Agama Karta Manggala Mustofa Ibnu Raden Kamaluddin.
Pada 1916, menara masjid disempurnakan, sementara pada 1930 struktur pilar masjid diperbarui.