Sampai Lamaheku, para pendaki perlu melapor ke kepala dusun Fransiskus Bala Lajar yang rumahnya berdekatan dengan pos pertama.
Ada loket kecil yang seharusnya para pendaki bisa menuliskan namanya.
Baca juga: Pantai Bean, Wisata Menakjubkan di Pulau Lembata, NTT dengan Pasir Putih Bak Mutiara
Dari pos pertama, pendaki berjalan sekitar 500 meter lewat jalan Rabat yang bisa dilewati kendaraan roda empat.
100 meter sebelumnya adalah tanah pasir yang sisinya mudah longsor.
Selanjutnya para pendaki akan sampai pada pos kedua yang sekaligus mulai dengan pendakian. Awalnya terdapat 210 anak tangga.
Namun, setelah itu terdapat sekitar 100 meter yang cukup terjal.
"Pendaki sesekali harus menapaki rumput yang berada di sisi kiri dan kanan jalur pendakian. Kalau tidak berhati-hati, pendaki bisa terjatuh," kata Robert.
Pos ketiga adalah Kedukok Ore.
Baca juga: Ajaibnya Pulau Siput di Kabupaten Lembata NTT, Hanya Muncul saat Pasang Surut Air Laut
Pendaki umumnya bisa berjalan dengan santai sepanjang 500 sambil menikmati semilir angin.
Para pendaki juga mulai perlahan menyaksikan hamparan perbukitan sambil melihat desa Lerek, Atakore, dan Lewogeroma.
Tampak pula dataran rendah di Waiteba yang pernah jadi pusat kecamatan Atadei, tetapi dilanda tsunami tahun 1979.
Jalur mulai menanjak
Namun kondisi tanah berkapur dengan bagian tertentu yang terjal, harus membuat para pendaki ekstra berhati-hati.
Dari jalur tiga hingga empat, jalurnya seperti punggung kuda yang mana di tiap sisinay terdapat jurang yang cukup curam.
Dianjurkan para pendaki mengikuti jalan yang biasanya dilewati pendaki dan tidak mencari jalan baru karena memiliki resiko tergelincir.