Selain itu, juga terdapat sebuah batu prasasti berwarna hitam di depan pintu masuk, yang bertuliskan Pesarean Kanjeng Sultan Hadiwijaya (Joko Tingkir), Raja Pertama Kasultanan Pajang.
Tepat di belakang pintu masuk, terdapat meja registrasi.
Di mana, salah satu perwakilan dari rombongan peziarah diminta untuk mengisi buku tamu, lalu kemudian membayar biaya administrasi mulai dari Rp 10.000 untuk pengguna motor, dan yang datang menggunakan bus, membayar Rp 50.000 per bus.
Di luar gedung Makam Raden Joko Tingkir terdapat makam-makam dengan nisan berwarna putih berukuran besar, yang merupakan makam kerabat Raden Joko Tingkir.
Baca juga: Oleh-oleh Kerupuk Trowolo Khas Sragen, Jawa Tengah, Camilan Sehat dari Singkong
Di luar kompleks gedung Makam Raden Joko Tingkir, terdapat makam-makam kecil lainnya, yang diketahui merupakan makam pengikut Raden Joko Tingkir.
Saat masuk ke dalam gedung Makam Raden Joko Tingkir, terdapat total 9 makam.
Makam Raden Joko Tingkir berada di tengah, dengan dikelilingi kain putih, dan sudah terlihat dari luar pintu masuk.
Tepat di samping Makam Raden Joko Tingkir juga terdapat makam Kanjeng Pangeran Benowo.
Kemudian, di sebelah utara Makam Raden Joko Tingkir bersemayam Ki Ageng Kebo Kenongo/Ki Ageng Butuh dan Nyi Ageng Kebo Kenongo yang merupakan orang tua Raden Joko Tingkir.
Di samping makam orang tua Raden Joko Tingkir, terdapat makam Kanjeng Pangeran Tedjowulan.
Lalu, terdapat empat makam lainnya di sebelah utara, yakni makam Kanjeng Pangeran Monco Negoro, Kanjeng Tumenggung Wilomarto, Kanjeng Tumenggung Wuragil, dan KRt Kadilangu.
Di luar gedung Makam Raden Joko Tingkir, terdapat sebuah kotak kaca berisi sebongkah kayu, yang diketahui merupakan sisa kayu getek yang digunakan Raden Joko Tingkir saat melakukan perjalanan dengan menyusuri Sungai Bengawan Solo.
Juru Kunci Makam Butuh, Muhammad Aziz mengatakan nama Makam Butuh sendiri diambil dari nama Ki Ageng Butuh.
"Disinilah beliau menamakan diri Ki Ageng Butuh, sampai wafatnya dikuburkan di lingkup, di sini dulu kisahnya rumahnya, dimakamkan di dalam rumahnya," kata Aziz.
"Kalau sosoknya tidak tahu, kalau singkatnya Adipati Pengging, selama menggantikan orang tuanya, yaitu KA Handayaningrat, makamnya di Pengging sana, beliau mungkin dulunya adalah strategi perang di zaman Majapahit, Mbah Prabu Brawijaya," sambungnya.
Baca tanpa iklan