Irma satu di antara sekitar lima pengrajin di dusunnya yang masih bertahan memproduksi gula aren.
Keluarganya masih memiliki belasan pohon aren di kebun yang menjadi ujung tombak produksi gula aren.
Meski beberapa di antaranya sudah tidak produktif karena usia pohon terlalu tua.
"Kalau pas cuaca terang, pohon yang tua nggak keluar niranya. Kalau pohon nggak keluar nira, berhenti buat gula," katanya
Usaha rumahan ini bukan hanya melibatkan perempuan yang bertugas mengolah nira menjadi gula.
Dari usaha itu, lahir profesi penderes yang setiap hari bertugas memanjati sejumlah pohon aren untuk berburu nira.
Pekerjaan ini umumnya dilakukan oleh laki-laki atau suami dalam rumah tangga.
Lantas di tangan perempuan seperti Irma, nira yang telah dicampur bahan lain itu dimasak hingga beberapa jam di atas tungku tradisional.
Hingga bahan cair itu berubah mengental, Irma lanjut mencetaknya.
Limbah batok kelapa yang telah dibelah dan berbentuk mangkuk jadi alat cetak alami untuk membentuk gula aren sesuai keinginan pasar.
Satu kilogram gula aren biasa ia jual seharga sekitar Rp 18 ribu.
Baca juga: Mencicipi Kuliner Legendaris Serabi Mbok Sur di Kedungwuluh, Purwokerto Barat, Banyumas, Jateng
Produksi gula aren Irma tidak lah banyak.
Dalam sehari, ia hanya bisa menghasilkan sekitar 1 kilogram atau paling banyak 5 kilogram.
Produksi gula aren memang bergantung dari seberapa banyak pasokan bahan baku atau nira yang didapat penderes.
Irma pun tidak bisa setiap hari memproduksi gula.