Di tengah modernisasi dan penggunaan mesin dalam industri kerajinan, ia tetap mempertahankan kualitas dengan memproduksi semua barang secara manual.
"Semua kami kerjakan dengan tangan. Anak dan istri saya juga ikut membantu.
Untuk membuat satu tas anyaman, bisa memakan waktu sekitar satu minggu.
Kami mengerjakannya dengan sangat teliti, agar hasilnya sempurna dan tidak ada cacat," jelasnya.
Dalam hal penjualan, Komang Tirta lebih memfokuskan pada pesanan dan penjualan langsung di tempat, yaitu di area Bale Kapal, Taman Ujung.
Baca juga: Panduan Rute ke Pura Besakih Bali dari Jakarta, Cek Juga Jam Buka dan Harga Tiket Masuknya
Selain itu, ia juga menitipkan produknya di beberapa toko-toko lokal.
Dengan harga yang relatif terjangkau, mulai dari Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu, pembeli sudah bisa memiliki kerajinan tangan berkualitas dari UMKM Ata Aksana Raya.
Namun, perjalanan mengembangkan UMKM ini tidak selalu mulus.
Komang Tirta dan keluarganya sering kali menghadapi berbagai kendala, seperti permodalan, kenaikan harga bahan baku yang semakin mahal dan langka, serta kesulitan dalam menemukan tenaga kerja penganyam yang terampil.
"Bahan baku semakin sulit didapat, dan mencari tenaga kerja yang mau dan mampu menganyam secara manual juga tidak mudah," keluhnya.
Meskipun begitu, Komang Tirta tidak pernah menyerah.
Dengan dukungan keluarganya, ia terus berusaha menjaga kelangsungan usahanya dan tetap optimis menghadapi masa depan.
Usaha kecil ini tidak hanya menjadi sumber penghasilan bagi keluarganya, tetapi juga bagian penting dari pelestarian budaya kerajinan tangan Bali yang semakin terancam oleh arus modernisasi.
UMKM Ata Aksana Raya adalah contoh nyata bagaimana sebuah usaha kecil bisa bertahan dan berkembang di tengah tantangan, dengan mengandalkan kualitas, ketekunan, dan semangat untuk melestarikan warisan budaya lokal.
Tempat sewa motor di Bali