Pudji bertugas untuk berbelanja ke pasar, lalu dilanjut dengan sang istri yang mengelola dan memasaknya.
Untuk memperkenalkan tahu bakso yang saat itu masih baru, bukan merupakan hal yang mudah.
Pudji dan istri harus memasarkannya secara door to door.
“Awalnya kami malu, karena belum yakin bakalan diterima apa enggak oleh masyarakat. Makanya kami berdua memperkenalkan tahu bakso ini dengan datang ke rumah-rumah satu per satu, memperkenalkannya langsung,” jelas pria asli Klaten itu.
Baca juga: 5 Tempat Makan Siang Enak di Ungaran, Wajib Coba Lezatnya Sate Sapi Pak Kempleng
Dua tahun setelahnya, sekitar tahun 1997, tahu bakso sudah mulai dikenali warga.
Akhirnya mereka pun memberanikan diri untuk tampil di pasaran.
Mereka berjualan di kampung berkeliling dengan gerobak hingga ke pasar.
Pudji membeberkan, saat mulai membangun usaha tahu bakso, mereka hanya memakai modal sebesar Rp 50 ribu untuk membeli bahan baku.
Padahal saat itu, Pudji merupakan seorang pegawai negeri yang hanya menerima gaji Rp 75 ribu per bulannya.
Sang istri memutar otak untuk mengotak-atik gaji tersebut, agar cukup untuk bertahan hidup selama sebulan dan juga untuk modal produksi tahu bakso.
“Saya ingat persis waktu itu hanya pakai Rp 50 ribu untuk poduksi 100 pcs tahu bakso. Itu bisa produksi seminggu sekali atau dua kali,” bebernya.
Saat itu, harga satu tahu bakso Ibu Pudji masih dipasarkan dengan harga Rp 250.
Sementara sekarang telah dijual paketan dalam satu kotak, dengan harga Rp 40 ribu-an.
Baca juga: 7 Tempat Wisata Hits di Ungaran Semarang Buat Dikunjungi saat Liburan Akhir Pekan
Mempekerjakan 100 Orang
Tahun demi tahun, permintaan akan tahu bakso terus meningkat.