Akses berita terupdate se-indonesia lewat aplikasi TRIBUNnews

Hanya Karena Berkeringat, Seorang Wanita Dianggap Tak Layak Terbang dan Diusir dari Pesawat

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi penumpang pesawat. Belum lama ini, seorang wanita mengklaim liburannya hancur ketika staf maskapai Jet 2 menganggapnya tak layak terbang dan mengeluarkannya dari pesawat.

Tak sampai disitu, kru pesawat kembali mendatangi Helen.

"Tetapi dia kembali lagi 10 menit kemudian dan berkata, 'Kami telah membuat keputusan bahwa Anda harus meninggalkan pesawat, menurut kami Anda berisiko terbang'," ujar Helen.

"Saya berkata, 'Karena menderita diabetes? Apakah saya terlihat sakit sekarang?' dan dia berkata, 'Sebenarnya kamu tidak melakukannya'," imbuhnya.

Ilustrasi penumpang pesawat. Belum lama ini, seorang wanita mengklaim liburannya hancur ketika staf maskapai Jet 2 menganggapnya tak layak terbang dan mengeluarkannya dari pesawat. (Pixabay/ @martin-dm)

Helen melanjutkan untuk berbicara dengan kapten pesawat yang menurutnya setuju bahwa dia tampak baik-baik saja untuk terbang.

Namun, kapten mengatakan dia akan mendukung krunya dan dia harus meninggalkan pesawat.

Helen dan suaminya mengatakan bahwa mereka kemudian "digiring melewati bandara" dan bahkan harus mengembalikan pembelian Duty Free mereka sebelum diinterogasi oleh Pengawas Perbatasan.

Baca juga: Viral Video di Tiktok Penumpang Pesawat Merinding Melihat Perbandingan Langit Jogja dengan Jakarta

Mereka harus mengambil barang bawaan dan naik taksi pulang alih-alih menikmati liburan.

Di sisi lain, pasangan yang kesal itu harus menghubungi hotel dan transportasi untuk memperingatkan mereka bahwa mereka tidak akan muncul.

Helen yang sangat terpukul berkata bahwa dia "belum pernah mendengar sesuatu yang begitu konyol dalam hidupku."

Dia menambahkan, "Saya tidak percaya bagaimana kami diperlakukan. Itu benar-benar gila. Mereka tidak bisa melakukan ini terhadap orang lain."

Helen, seorang guru kesehatan dan kepedulian sosial, mempertanyakan mengapa tidak ada bantuan medis yang diberikan jika dia "tidak layak untuk terbang".

Dia berkata, "mereka mengambil keputusan berdasarkan bukti yang tidak berdasar karena mereka bukan dokter. Mereka tidak memberikan bantuan medis atau mobilitas apa pun saat turun dari pesawat, di landasan, atau melewati bandara. Atau bantuan apa pun terkait tas. Dan saat itulah mereka mengatakan saya tidak layak untuk terbang."

Ditambah lagi, Helen mengatakan bahwa dia mencoba menghubungi Jet2 berkali-kali di bandara dan kemudian mencoba mendapatkan pengembalian uang istirahat sebesar Rp 34 juta.

Namun, asuransinya menyatakan bahwa karena Jet2 menolaknya, mereka harus membayar, bukan asuransi.

Helen berujar, "Kami sering terbang dengan Jet2 untuk liburan singkat dan sudah memesan tiga pesawat untuk tahun depan bersama mereka. Kami tidak pernah mengalami masalah ini. Saya ingin mengumumkan hal ini jadi, mudah-mudahan, Jet2 berpikir dua kali sebelum melakukan ini kepada orang lain."

Halaman
123