Akses berita terupdate se-indonesia lewat aplikasi TRIBUNnews

Ramadhan

5 Fakta Menarik Tradisi Nyadran, Ternyata Sudah Ada Sejak Zaman Hindu-Buddha

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ribuan orang memadati pemakaman Makam Sewu, Wijirejo, Pandak pada Senin (8/6/2015). Mereka mengikuti upacara tradisi nyadran yang digelar menjelang Ramadhan.

Tradisi nyadran, yang kala itu dikenal sebagia sraddha, juga menjadi cara untuk mensyurkuri kelimpahan air dan alam.

Baca juga: 5 Rekomendasi Tempat Padusan di Bantul Jelang Ramadhan, dari Waterbyur hingga Kids Fun

4. Akulturasi budaya Jawa dengan Islam

Tradisi nyadran merupakan hasil akulturasi budaya Jawa dan Islam.

Dalam kalender Jawa, bulan Ramadan disebut juga sebagai bulan Ruwah.

Oleh karena itu acara nyadran disebut juga sebagai acara ruwah atau ruwahan.

Ratusan warga Dusun Sorobayan dan Dusun Ngepos, Desa Banyuurip, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang menggelar sadranan atau nyadran, Kamis (21/4/2016) pagi. (Tribun Jogja/Agung Ismiyanto)

5. Nyadran terdiri dari berbagai kegiatan

Mengutip jogjakota.go.id, tradisi Nyadran terdiri dari berbagai kegiatan, yakni

Pertama melakukan besik, yaitu pembersihan makam leluhur dari kotoran dan rerumputan.

Dalam Kegiatan ini masyarakat dan antar keluarga saling bekerjasama gotong-royong untuk membersihkan makam leluhur.

Kemudian dilanjutkan dengan kirab, yang merupakan arak-arakan peserta Nyadran menuju ketempat upacara adat dilangsungkan.

Baca juga: Agenda Ramadhan 2023 Masjid At Thohir, Adakan Buka Bersama 1.000 Porsi Setiap Harinya

Rangkaian berlanjut dengan Ujub, yakni menyampaikan Ujub atau maksud dari serangkaian upacara adat Nyadran oleh Pemangku Adat.

Selanjutnya doa, Pemangku Adat memimpin kegiatan doa bersama yang ditujukan kepada roh leluhur yang sudah meninggal.

Acara dilanjutkan dengan Kembul Bujono dan Tasyukuran, setelah dilakukan doa bersama kemudian dilanjutkan dengan makan bersama.

Para warga melakukan nyadran jelang ramadan di pemakaman leluhur di Pesantren, Mijen, Kota Semarang, Jumat (25/3/2022). (TRIBUN JATENG/IWAN ARIFIANTO)

Masyarakat menggelar Kembul Bujono atau makan bersama dengan setiap keluarga yang mengikuti kenduri harus membawa makanan sendiri.

Makanan yang dibawa berupa makanan tradisional, seperti ayam ingkung, sambal goreng ati, urap sayur dengan lauk rempah, prekedel, tempe dan tahu bacem, dan lain sebagainya.

Halaman
123