Akses berita terupdate se-indonesia lewat aplikasi TRIBUNnews

Liburan Imlek, Kunjungi Kampung Ketandan Wisata Pecinan di Jogja yang Populer

Editor: Nurul Intaniar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gapura masuk Kampung Ketandan, wisata Pecinan di Jogja yang lokasinya dekat Malioboro, sejumlah hotel, dan tempat sewa motor, Kamis (3/11/2022).

TRIBUNTRAVEL.COM - Masih dalam suasana liburan Tahun Baru Imlek, ada baiknya liburan ke wisata Pecinan di Jogja.

Ada satu rekomendasi tempat wisata Pecinan di Jogja yang menarik dikunjungi saat Imlek, namanya Kampung Ketandan.

Ketandan, sebagai daerah Pecinan di Yogyakarta (Bramasto Adhy/ Tribun Jogja)

Kampung Ketandan merupakan tempat wisata Pecinan di Jogja yang populer dan legendaris.

Lokasinya berada tak jauh dari kawasan Malioboro.

Baca juga: Jumlah Penumpang Kereta Api Meningkat saat Libur Imlek, Capai Belasan Ribu per Hari

Saat Imlek tiba, biasanya ornamen-ornamen serba merah seperti lampion dan lain-lain mulai menghiasi jalanan kota hingga area wisata.

Tak terkecuali di Kampung Ketandan.

Keberadaan Kampung Ketandan di Jogja ini juga sebagai salah satu bukti adanya akulturasi budaya dan kerukunan masyarakat antara etnis Jawa dan Tionghoa di Jogja pada masa lampau.

Kamu yang ingin melihatnya secara langsung bisa langsung datang ke lokasinya yang berada di pusat Kota Jogja.

Kampung ini merupakan kampung Pecinan di Kota Yogyakarta yang memiliki kisah sejarah hubungan antara etnis Tionghoa dan Kesultanan Yogyakarta.

Baca juga: Catat, 10 Tempat Nonton Pertunjukan Barongsai di Jakarta saat Imlek Lengkap Jadwalnya

Kampung Ketandan lahir pada akhir abad 19, sebagai pusat permukiman orang Cina pada jaman Belanda.

Asal muasal nama Ketandan berasal dari kata “tondo”, sebutan bagi para pegawai penarik pajak etnis Tionghoa pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwana III.

Pemerintah Belanda kemudian menerapkan aturan pembatasan pergerakan (passentelsel) serta membatasi wilayah tinggal Tionghoa (wijkertelsel).

Gapura masuk kampung Ketandan di Kota Yogyakarta tempat acara PBTY 2020 berlangsung. (Tribun Jogja / Amalia Nurul Fathonaty)

Tetapi dengan izin Sri Sultan Hamengku Buwono II, warga Tionghoa tersebut tetap dapat menetap di tanah yang terletak di utara Pasar Beringharjo ini, dengan maksud turut memperkuat aktivitas perdagangan dan perekonomian masyarakat.

Arsitektur bangunan di kawasan ini masih didominasi nuansa tempo dulu.

Rumah-rumahnya kebanyakan dibangun dua lantai memanjang ke belakang, dan digunakan sebagai toko sekaligus rumah pemiliknya hingga sekarang lazim disebut rumah toko atau ruko.

Halaman
123