5. Ketentuan peraturan motif batik parang hanya berlaku di lingkungan keraton
Menurut Murdijati Gardjito, ketentuan peraturan motif batik parang hanya berlaku di dalam lingkungan keraton.
Jika batik parang digunakan di luar keraton, kata dia, aturan tersebut tidak lagi berlaku.
"Kalau sudah di luar keraton tidak berlaku. Seperti misalnya saya mengenakan parang rusak di dalam keraton, pasti ditegur, tapi kalau di luar itu tidak ada orang yang peduli," sebut dia.
6. Konon membawa sial dalam acara pernikahan
Masyarakat Jawa percaya jika motif batik parang sebaiknya tidak dipakai dalam acara pernikahan.
Aji Setyowijoyo, jebolan Sastra Nusantara Universitas Gadjah Mada sekaligus produsen batik di Yogyakarta berpendapat jika mitos tersebut ada kaitannya dengan asal usul motif tersebut.
"Parang bisa diartikan sebagai senjata namun juga karang, yang konon menjadi inspirasi penciptaan motif ini," ujarnya kepada Kompas.com.
Baca juga: Gibran Rakabuming Sebut CFD Solo Tetap Berlangsung saat Kirab Pernikahan Kaesang Pangarep
Baca juga: Kaesang Pangarep & Erina Gudono Ngunduh Mantu di Loji Gandrung, Simak Fakta-fakta Bangunannya
Ia menjelaskan, motif parang, yang dimaknai karang, dianggap sebagai karya otentik raja sehingga tidak seharusnya dipakai sembarang orang.
Konon, batik parang diciptakan Panembahan Senapati saat mengamati ombak Laut Selatan yang menerpa karang di tepi pantai.
Namun ada pendapat lebih populer yang mengartikan parang sebagai senjata, sehingga melambangkan kekejaman dan kekerasan.
Hal itu tentunya berlawanan dengan kebahagiaan dalam acara pernikahan.
(TribunTravel.com/Sinta)