Akses berita terupdate se-indonesia lewat aplikasi TRIBUNnews

Fakta Unik Batik Parang yang Dilarang Dipakai Tamu Undangan Pernikahan Kaesang Pangarep-Erina Gudono

Penulis: Sinta Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pernikahan Kaesang Pangarep dan Erina Gudono menerapkan sebuah aturan di mana tamu dilarang mengenakan batik motif parang atau lereng.

TRIBUNTRAVEL.COM - Putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi) Kaesang Pangarep akan segera menikahi pujaan hatinya, Erina Gudono.

Pernikahan Kaesang Pangarep dan Erina Gudono rencananya akan digelar di Pendopo Ageng Royal Ambarrukmo Yogyakarta pada Sabtu (10/12/2022) mendatang.

Kaesang Pangarep dan Erina Gudono. (Instagram/kaesangp)

Selain tak menerima sumbangan dalam bentuk apapun, pernikahan Kaesang Pangarep dan Erina Gudono juga menerapkan sebuah aturan di mana tamu dilarang mengenakan batik motif parang atau lereng.

Melansir Tribunnews, Rabu (7/12/2022), putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka mengatakan bahwa aturan tersebut merupakan perintah langsung dari Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegoro X.

Baca juga: Pura Mangkunegaran Solo Dipercantik, Bakal Jadi Lokasi Tasyakuran Pernikahan Kaesang & Erina

Menurutnya, hal tersebut memang sudah lama diatur dalam adat Mangkunegara.

Berikut 6 fakta unik batik parang yang dilarang dipakai dalam acara pernikahan Kaesang Pangarep dan Erina Gudono.

LIHAT JUGA:

1. Motif batik tertua di Indonesia

Motif parang adalah salah satu motif batik tertua di Indonesia yang sudah ada sejak zaman Keraton Mataram, dilaporkan Kompas.com.

Nama motif parang diambil dari kata 'pereng' yang berarti lereng.

Penamaannya sesuai dengan corak perengan yang berbentuk sebuah garis menurun dari tinggi ke rendah secara diagonal, dengan ciri khas susunan motif seperti huruf S yang saling menjalin dan tidak terputus.

Baca juga: Pendopo Hotel Royal Ambarrukmo Jogja, Lokasi Akad Nikah Kaesang Pangarep dan Erina Gudono

2. Dianggap sakral

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa batik parang sudah ada sejak berdirinya Kerajaan Mataram.

Hal ini juga disampaikan pengamat seni tradisional sekaligus pensiunan dosen Universitas Negeri Semarang (Unnes) Aryo Sunaryo.

"Karena itu, kalangan keraton menganggapnya sakral," kata Aryo kepada Kompas.com, Selasa (6/12/2022).

Halaman
123