Sedangkan pada hari libur, Ngajino bisa menghabiskan hingga 600 kilogram tepung.
Ketika ditanya, Ngajino mengatakan bahwa ia sudah berjualan mi ayam sejak tahun 1999 silam.
Awalnya, ia merintis usaha kulinernya dengan berjualan di rumah.
Barulah pada tahun 2009, ia memiliki kesempatan untuk mengembangkan usahanya dan pindah ke lokasinya saat ini.
Pada masa awal berjualan, mi ayam buatannya hanya dijual dengan harga Rp 250 saja.
Kini, sajian mi ayam di warung Mie Ayam Tanpa Nama dibanderol seharga Rp 10.000 per porsi termasuk minum.
Baca juga: Pempek Enak dan Super Laris di Tebet, Omsetnya Jutaan Rupiah Per Minggu
Sedangkan untuk porsi jumbo, dibanderol dengan harga Rp 14.000 per porsi termasuk minum.
Cukup terjangkau bukan?
Setelah puas berbincang, tiba waktunya Gharda untuk menikmati sajian kuliner di Mie Ayam Tanpa Nama.
Mi ayam dihidangkan lengkap dengan daun bawang, timun, potongan ayam dan taburan bawang goreng.
Menurut Gharda, mi yang digunakan seperti mi khas Wonogiri.
"Kalau dilihat, ini kayak mi khas Wonogiri. Teksturnya kenyal dan gak overcook," tutur Gharda.
Sedangkan untuk potongan ayamnya, lanjut Gharda, cukup besar dan empuk serta terasa bumbu rempah-rempahnya.
"Ayamnya manis, kuat banget bumbu rempah-rempahnya. Empuk loh," ungkap Gharda.
"Dari 1 sampai 10 ini gue kasih nilai 8,5," pungkasnya.
Baca juga: Pecak Ikan Super Laris di Serpong, Pindah Jualan di Belakang Gang Malah Makin Ramai
Baca juga: Mencoba Mi Ayam Unik di Solo, Pakai Rendang dan Balado, Gimana Rasanya?
(TribunTravel.com/Mym)
Baca selengkapnya soal rekomendasi kuliner di sini.