Yaitu sosis solo goreng dan sosis solo basah, yang dimasak dengan cara dikukus.
Tidak hanya itu, biasanya warga Solo juga menjadikan jajanan tradisional tersebut menjadi camilan sehari-hari.
Jika dilihat sekilas sosis solo mungkin akan terlehat mirip risol namun tentu memiliki rasa yang berbeda.
Sosis solo terkenal dengan cita rasanya yang gurih dipadukan dengan tekstur daging dan kulit dadar telur yang lembut.
Sejarah Sosis Solo
Berbicara soal makanan khas daerah biasanya akan memiliki nilai histori tersendiri, seperti pada sosis solo.
Melansir dari Kompas.com, menurut peneliti pusat studi pandan dan gizi Universitas Gadjah Mada, Murdijati Gardjito, sosis solo adalah hasil akulturasi.
Akulturasi yang dimaksud adalah perpaduan antara sajian khas Eropa dan Kota Solo.
Maka tidak heran jika bentuk sosis solo sangat khas dan berbeda dengan sosi pada umumnya.
Konon, sosis solo tercipta saat zaman kolinial yang menyasar Kota surakarta untuk kepentingan diplomatik.
Pada masa itu petinggi Belanda kerap berkunjung ke Solo untuk menjalin hubungan baik dengan raja-raja di Mataram Kuno.
Dari hubungan inilah kemudian orang Belanda memperkenalkan sosis yang terbuat dari daging dan susu.
Saat itu orang Jawa belum memiliki kudapan berupa sosis, akhirnya dibuatlah sosis versi kearifan lokal.
Kearifan lokal yang dimaksud adalah mengganti susu dengan dengan bumbu merica, bawang putih, dan pala.
Pemilihan bumbu ini disesuaikan dengan cita rasa lidah orang Solo karena pada zaman dulu mereka belum terbiasa mengkonsumsi susu.