Akses berita terupdate se-indonesia lewat aplikasi TRIBUNnews

Jejak Berdarah Penjara Tua Kema di Minahasa Utara

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Penjara Tua di Desa Kema Dua

TRIBUNTRAVEL.COM - Sekilas tidak ada yang aneh dengan penjara di Minahasa Utara ini.

Namun pemandangan berbeda dapat terlihat jelas sebelum pandemi terjadi.

Penjara ini menjadi satu tempat wisata populer.

Terlihat Sekelompok warga Jepang melakukan sembahyang di objek wisata Penjara Tua di Desa Kema II, Kecamatan Kema, Kabupaten Minahasa Utara.

Persembahyangan berlangsung sesuai tata cara agama Shinto, yang merupakan agama mayoritas warga negara Sakura tersebut.

"Setelah habis ibadah, mereka bagi barang - barang kepada warga sekitar sini," kata Memed, warga sekitar Penjara Tua Kema yang ditemui Tribun Manado, Sabtu (19/12/2020).

Keterangan guide yang mengantar rombongan, para turis Jepang itu bersaudara satu sama lain.

Yang didoakan adalah kakek mereka yang wafat di penjara tersebut saat masa penjajahan Jepang di Indonesia.

"Mereka tahu itu dari buku memoar seorang prajurit Jepang. Dalam buku itu ada catatan tentang kakek mereka yang wafat di penjara tua setelah ditawan tentara sekutu," katanya.

Penjara Tua Kema dibangun oleh Portugis pada tahun 1500-an. Kemudian diambil alih Belanda pada masa kekuasaan VOC.

Di sinilah jejak berdarah penjara itu dimulai. Para tahanan yang ditahan di sana adalah yang sudah pasti dihukum mati.

Mereka adalah politisi, pemberontak dan penjahat besar yang dosanya tak terampuni.

Pahlawan nasional Imam Bonjol dan Kyai Modjo pernah ditawan di penjara itu.

Kekejaman tersebut berlanjut di era penjajahan Jepang dan selanjutnya saat 
Sekutu yang membonceng NICA tiba di pelabuhan Kema untuk melucuti tentara Jepang.

Tak jauh dari penjara tersebut, terdapat sebuah lokasi pembantaian.

Halaman
1234