Meski dalam ilmu Ayuruveda India emas dipakai dalam ramuan herbal, namun Tan menilai hingga kini belum ada studi berbasis bukti yang menjelaskan kegunaan partikel emas dalam aspek nutrisi maupun terapi.
Sementara itu, mengutip food & wine, selama berabad-abad lembaran emas murni telah sering ditumbuk tipis untuk hiasan kue Eropa dan dijadikan campuran teh hijau di Jepang.
Seorang ahli nutrisi di New York, Cynthia Sass, mengatakan emas mungkin dapat dimakan, namun tidak akan diserap sistem pencernaan ke dalam aliran darah.
Emas pada makanan hanya akan melewati tubuh dan dibuang sebagai limbah.
“Tapi ini mungkin tergantung pada ukuran, jumlah, dan frekuensi yang dikonsumsi,” jelas Sass.
Ia mengatakan karena masih kurangnya penyelidikan pada emas, ia menilai sebaiknya makan emas menjadi acara makan sekali seumur hidup.
Ahli nutrisi lainnya, Alexander Oppenheimer juga memperingatkan makan emas bukan berarti memakan cincin kawin.
“Emas yang bisa dimakan harus 23-24 karat,” jelasnya.
Ia menekankan sampai ada penelitian yang lebih meyakinkan mengenai keamanan emas, maka tetap berpotensi memunculkan masalah kesehatan.
Baca juga: Hotel di Vietnam Ini Berlapis Emas 24 Karat, Termasuk Toiletnya
Baca juga: Sabun Termahal di Dunia Ini Terbuat dari Bubuk Emas dan Berlian, Harganya Capai Ratusan Juta
Baca juga: Fakta Unik Hotel Bintang Tujuh Burj Al Arab Dubai, Dibuat di Atas Pulau Buatan & Bertabur Emas
Baca juga: Arkeolog Temukan Celengan Kuno Berisi Koin Emas yang Berusia 1.050 Tahun
Baca juga: Hindari Pajak Bandara, Pria Ini Nekat Sembunyikan 972 Gram Emas Pipih di Duburnya
Artikel ini telah tayang di kompas.com dengan judul Tren Makan Makanan dengan Topping Emas, Berbahayakah bagi Kesehatan?