Akses berita terupdate se-indonesia lewat aplikasi TRIBUNnews

Alasan Disiplin dan Tepat Waktu jadi Budaya di Jepang dan Masyarakat Tertib Mematuhinya

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

kereta di jepang

Pada saat itu, kereta sering terlambat hingga 20 menit dari jadwal.

Selama Restorasi Meiji (1868-1912), di mana Kaisar Meiji menghapuskan sistem feodal dan melaksanakan reformasi militer dan industrialisasi, ketepatan waktu menjadi norma budaya.

Semua itu diungkapkan dalam sebuah makalah tahun 2008 dalam jurnal Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Masyarakat Asia Timur yang diterbitkan oleh Universitas Duke.

Norma ini dipandang sebagai prinsip utama untuk kemajuan negara dari agraris ke masyarakat modern yang terindustrialisasi.

Sekolah, pabrik, dan kereta api memberlakukan ketepatan waktu secara ketat.

Mereka adalah lembaga utama yang mempelopori perubahan sosial ini.

Pabrik mengadopsi Taylorism, sistem manajemen pabrik yang menghemat efisiensi dan produktivitas tenaga kerja dengan menciptakan jalur perakitan dan ban berjalan.

Pada masa itu, jam tangan menjadi barang populer, dan konsep sehari 24 jam menjadi akrab bagi warga.

Menurut peneliti produktifitas berdasarkan waktu, Ichiro Oda, pada saat itulah orang Jepang menyadari "waktu adalah uang".

Pada 1920-an, ketepatan waktu diabadikan dalam propaganda negara.

Berbagai poster soal ketepatan dan cara penghematan waktu disebar di seluruh negeri.

Termasuk cara menata rambut dalam lima menit bagi wanita jika tak ada acara khusus.

Sejak saat itu, ketepatan waktu dikaitkan dengan produktivitas di perusahaan dan organisasi, kata Makoto Watanabe, associate professor komunikasi dan media di Hokkaido Bunkyo University.

"Jika karyawan terlambat, perusahaan akan rugi," katanya.

"Secara pribadi, jika aku tidak tepat waktu, aku tidak bisa menyelesaikan tugas yang harus aku kerjakan."

Halaman
1234