TRIBUNTRAVEL.COM - Akhir-akhir ini kera ekor panjang beberapa kali muncul di daerah perkotaan Singapura.
Dari yang terlihat, ada kera yang mencuri roti dari supermarket di Sengkang, ada juga yang berkeliaran di sekitar Jurong West.
Baru-baru ini juga terlihat kera yang merupakan spesies penting dari keanekaragaman hayati asli Singapura, terlihat di halte bus dekat Waduk MacRitchie.
Sebuah video yang diunggah oleh Stomp menunjukkan seekor kera duduk di pagar dengan bubble tea Koi di tangannya.
Dilansir oleh TribunTravel dari Mothership, Stomp melaporkan bahwa monyet telah mencuri bubble tea dari seorang wanita di halte bus sekitar pukul 16.30 pada Kamis (12 November).
• Kota Lopburi di Thailand Dikuasai Monyet Liar, Warga Lokal Takut Pergi ke Luar
Dalam video tersebut, monyet terlihat memasukkan tangannya ke dalam cangkir sebelum melahap mutiara bubble tea.
Kemudian, monyet lain melompat ke pagar dan terlihat ingin ikut dalam pesta tersebut, sementara kera lainnya dengan cepat menolaknya.
Untuk mengurangi kemungkinan konflik manusia-satwa liar antara kera dan manusia, pihak berwenang menyarankan masyarakat untuk tidak memberi makan monyet atau membiarkan makanan tersedia.
Hal ini karena monyet liar ini kadang-kadang melewati daerah perkotaan sambil berpindah-pindah di antara ruang hijau.
Memberi mereka makan akan mengubah perilaku mereka karena penyediaan makanan akan membujuk mereka untuk tinggal di daerah pemukiman.
Memberi makan mereka juga akan membuat mereka tidak terlalu ragu untuk mendekati orang, meningkatkan kemungkinan konflik.
NParks juga menyarankan kontak minimal dengan kera sehingga jika melihatnya di tempat terbuka, jangan mencoba mendekatinya dan jangan berpaling darinya dan lari.
Tetap tenang, hindari kontak mata, dan mundur perlahan.
Meresahkan Warga Lokal, Ratusan Monyet Liar di Thailand Dikebiri
Lebih dari 200 monyet liar di Thailand dikebiri karena telah meresahkan warga lokal.
Dilansir oleh TribunTravel dari Daily Mail, monyet-monyet liar ini diketahui telah berani masuk ke rumah warga untuk mencuri makanan.
Ratusan primata ini telah berkeliaran dengan bebas ke kota Songkhla di saat para warga sedang melakukan lockdown.
Pada hari Selasa (15/9), tim pelestari satwa liar mengumpulkan hewan-hewan itu dan menarik mereka ke dalam kandang dengan umpan.
Setelah itu, para monyet liar dibius hingga mereka pingsan.
Monyet yang ditangkap tersebut diberi tanda angka agar mudah diidentifikasi di masa depan sebelum dikebiri.
Petugas Konservasi Margasatwa Thung Tale Suwat Suksiri mengatakan, pihaknya harus mensterilkan para monyet liar ini.
Hal ini dikarenakan penduduk semakin resah karena populasi monyet liar ini semakin banyak, yang berarti akan menjadi masalah untuk penduduk.
Awal tahun ini, ratusan monyet juga telah disterilkan di pusat kota Lopburi setelah jumlah mereka membengkak di luar kendali.
Pejabat di sana berusaha untuk mensterilkan sekitar 500 dari 6.000 hewan setelah mereka meneror penduduk setempat.
Para monyet ini juga terlibat dalam perkelahian massal di jalanan karena saling berebut sisa makanan dan menyerbu toko.
Orang-orang berusaha menenangkan mereka dengan memberikan junk food.
Namun, ternyata makanan manis membuat mereka gila seks dan mereka berkembang biak lebih cepat dari sebelumnya.
Rekaman ratusan dari monyet liar yang bertengkar karena makanan di jalanan menjadi viral di media sosial pada bulan Maret.
Jumlah mereka yang terus bertambah, berlipat ganda dalam tiga tahun terakhir.
Akibatnya, para monyet yang telah membuat hidup berdampingan ini berada di titik yang meresahkan dan tidak dapat ditoleransi lagi.
Sebelumnya, kepolisian kota Lopburi, Thailand kewalahan menangani jumlah monyet yang saat kini telah 'menguasai' kota.
Tidak hanya itu, banyak warga lokal juga diketahui takut untuk keluar rumah sehingga mereka membuat barikade di jendela dan pintu agar monyet tidak masuk.
Hal ini dikarenakan jumlah monyet jenis makaka semakin meningkat selama pandemi COVID-19 dan telah menjadi agresif karena kurangnya sumber makanan.
Sekitar 8.400 ekor monyet makaka saat ini telah menguasai kota Lopburi.
Kepada The New York Times, seorang polisi Thailand mengatakan dia sudah menggunakan ketapel untuk mengusir sekelompok makaka.
Namun seperti dilansir Daily Mail Selasa (28/7/2020), upayanya tak membuahkan hasil. Sebab, para makaka itu kembali lagi.
"Benar-benar tidak ada harapan. Hanya dalam sekejap mata mereka kemudian kembali lagi dengan jumlah yang lebih banyak, bersama bayinya," kata petugas itu.
Penduduk lokal dilaporkan terpaksa meninggalkan perhiasan mereka dan tidak bisa membawa barang yang sifatnya berharga agar tak dicuri.
Jumlah makaka yang terus membesar, berlipat ganda dalam tiga tahun terakhir, membuat ide hidup berdampingan bersama manusia dirasa mustahil.
Berawal dari rasa kasihan melihat mereka kelaparan, orang-orang kemudian memberi mereka makanan cepat saji agar tidak mengganggu.
Namun, diyakini makanan itu malah membuat mereka tidak sekadar agresif, tapi juga gila seks sehingga jumlah mereka bertambah banyak.
Sebagai dampak dari makanan yang diberikan, para monyet perkotaan itu dilaporkan massa ototnya menurun. Bahkan ada yang mengalami hipertensi dan penyakit gula.
Kuljira Taechawattanawanna, salah satu warga Lopburi menerangkan, keberadaan makaka itu sudah merusak kotanya, sementara dia merasa seperti terpenjara di rumahnya sendiri.
"Kami seperti tinggal di kurungan dengan para monyet ada di jalanan. Jumlah mereka tak bisa dipercaya. Tempat ini bau sekali terutama saat hujan," jelas Kuljira.
Bangkok sebenarnya sudah berusaha menekan angka pertumbuhan, dengan ada sebagian primata tersebut yang menjalani sterilisasi.
Tetapi, perjuangan mereka terbukti tak berhasil jika melihat para makaka yang berkembang lebih dari yang bisa dikontrol pemerintah.
Sejumlah tempat di kota kini menjadi area berbahaya, dengan sebuah gedung bioskop dikabarkan menjadi "markas besar" mereka.
Dikatakan bahwa makaka itu menempatkan teman mereka yang mati di ruang proyektor, dengan setiap manusia yang mendekati bakal diserng.
Sementara pemilik toko yang berada tak jauh di dekatnya memajang boneka harimau dan buaya untuk menakuti mereka.
Taweesak Srisaguan, si pemilik toko, menuturkan meski dia harus melalui hari-hari merepotkan menghadapi makaka, dia mengaku tak rela jika hewan itu diusir.
"Saya sudah terbiasa melihat mereka berjalan-jalan, kemudian bermain di sepanjang. Jika mereka sampai pergi, maka saya akan kesepian," kata dia.
Baca juga: Syarat dan Ketentuan Bagi WNI di Singapura yang Ingin Pulang ke Indonesia
Baca juga: Jepang Longgarkan Perbatasan untuk Singapura dan 7 Negara Lain, Termasuk Indonesia?
Baca juga: Suka Gorengan? Yuk Cobain Curry Puff, Camilan Khas Singapura di Kopi Bareto Bogor
Baca juga: Turis Indonesia Bisa Lakukan Perjalanan ke Singapura, Simak Syaratnya
Baca juga: Masuk Ilegal ke Singapura dengan Berenang, 4 Pria Indonesia Ditangkap
(TribunTravel.com/Gigih)