Akses berita terupdate se-indonesia lewat aplikasi TRIBUNnews

Desa Wisata Penglipuran di Bali Punya Tempat Khusus untuk 'Mengucilkan' Warganya yang Berpoligami

Penulis: ronnaqrtayn
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Desa Wisata Penglipuran

TRIBUNTRAVEL.COM - Desa terbesih di Bali, yakni Desa Wisata Penglipuran memiliki sebuah aturan adat yang unik dan masih dipertahankan hingga kini.

Hukum adat tersebut berkaitan dengan larangan tegas bagi warga Penglipuran yang hendak berpoligami.

Jika kamu berpikir untuk berpoligami, maka kamu tidak akan pernah bisa tinggal dan menjadi warga Desa Penglipuran.

Pasalnya, warga Penglipuran tidak diperbolehkan untuk berpoligami dan diharuskan menerapkan hidup monogami, yakni hanya boleh memiliki seorang istri.

Saat warga Desa Penglipuran nekat berpoligami, maka ia akan dikenakan hukum adat, yakni sistem Karang Memadu.

Baca juga: Menelusuri Keindahan Desa Penglipuran, Desa Terbersih di Bali untuk Liburan Akhir Pekan

Karang Memadu merupakan hukuman atau sanksi yang akan dikenakan Desa Penglipuran terhadap warganya yang melakukan tindak poligami.

Karang Memadu

Di sebelah selatan Desa Penglipuran Bali ada sebuah tempat yang dijuluki Karang Memadu.

Karang Memadu adalah lokasi khusus di Desa Penglipuran yang diperuntukkan kepada mereka yang beristri lebih dari satu.

Siapapun warga Penglipuran yang melanggar aturan poligami, mereka akan dikucilkan di Karang Memadu.

Tidak hanya itu, mereka juga tidak diperbolehkan untuk bergabung dalam seluruh upacara adat, dilarang memasuki pura manapun serta dilarang melintasi perempatan desa di bagian utara.

TONTON JUGA:

Digunakan sebagai tempat memberlakukan sanksi, Karang Memadu terletak di lokasi yang cukup sulit dijangkau.

Untuk bisa sampai di Karang Memadu, warga harus berjalan cukup jauh.

Jalanannya pun sempit dan hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki.

Memiliki luas sekitar 921 meter, tempat ini dianggap oleh masyarakat Penglipuran sebagai lahan leteh atau kotor.

Masyarakat tidak diperbolehkan untuk mengambil hasil tanaman seperti pisang dan bunga-bunga yang tumbuh di areal ini untuk persembahyangan.

Menurut hukum desa, setiap pria yang berpoligami harus pindah ke Karang Memadu.

Orang yang ngemaduang (poligami), pernikahannya tidak disahkan oleh desa.

Upacara pernikahannya tidak diselesaikan oleh Jero Kubayan, pemimpin tertinggi dalam pelaksanaan upacara adat dan agama.

Akibatnya, si pelanggar pun dilarang bersembahyang di pura desa adat.

Dengan sanksi yang begitu keras, tampaknya tidak ada lelaki di Penglipuran yang berani berpoligami.

Desa Penglipuran (kura2guide.com)

Proses penerapan sanksi Karang Memadu

Jika ada warga Penglipuran yang melanggar hukum adat tentang larangan poligami ini, maka ia akan terkena sanksi dan dipindahkan ke Karang Memadu.

Proses penerapan sanksi karena poligami di Karang Memadu terdiri dari tiga tahap.

Pertama, si pelanggar dipanggil untuk mendengarkan pemaparan dari sejumlah prajuru adat terkait dengan aspek-aspek yang ada di dalam sanksi karang memadu yang akan diterimanya nanti.

Jika yang bersangkutan bersikukuh pada pendiriannya untuk berpoligami, maka prajuru adat akan melanjutkan ke tahapan yang kedua.

Tahapan kedua adalah pembuatan gubug untuk menempatkan keluarga yang berpoligami tersebut di sebuah areal yang bernama Karang Memadu.

Jika gubug telah selesai dibuat, maka akan dilanjutkan ke proses yang ketiga.

Tahapan terakhir, yakni penempatan keluarga yang berpoligami di gubug yang sudah dibuatkan oleh warga desa adat penglipuran di area Karang Memadu.

 

Baca juga: 6 Kuliner Khas Bali untuk Dicicipi saat Liburan, Mulai Sate Lilit hingga Bubur Mengguh

Baca juga: Ayam Betutu dan 14 Kuliner Khas Bali yang Jadi Favorit Wisatawan

Baca juga: Hotel Bintang 4 di Bali Terima Penghargaan Hotel Desain Terindah di Dunia 2020

Baca juga: 6 Syarat yang Wajib Dipenuhi saat Hendak Liburan ke Bali di Masa Pandemi, Download Aplikasi LOVEBALI

Baca juga: Selamat! Bali Jadi Destinasi untuk Bulan Madu Nomor Satu di Dunia, Kalahkan Maldives dan Jepang

(TribunTravel.com/Ron)