Akses berita terupdate se-indonesia lewat aplikasi TRIBUNnews

Murung Usai Nikmati Liburan Panjang? Mungkin Itu Sindrom Post Holiday Blues, Ini Penjelasannya

Penulis: ronnaqrtayn
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi murung atau depresi setelah menikmati liburan.

TRIBUNTRAVEL.COM - Libur panjang akhir pekan di akhir bulan Oktober 2020 akan segera tiba.

Sebagian orang mungkin sudah merencanakan akan menghabiskan waktu liburan untuk pergi ke tempat-tempat wisata.

Hal ini terlihat dari lonjakan pemesanan tiket kereta api jarak jauh jelang libur panjang.

Dikutip dari Kompas.com, PT KAI Daop 1 mencatat ada lonjakan pemesanan untuk keberangkatan 27 dan 28 Oktober 2020.

Musim liburan di tengah pandemi mungkin akan terasa sangat membahagiakan, namun traveler harus tetap waspada dan menerapkan protokol kesehatan agar tak tertular Covid-19.

Baca juga: 8 Tips Liburan Aman dan Sehat saat Long Weekend, Jangan Lupakan Disiplin 3M

Tak hanya membahagiakan, liburan bisa berubah menjadi kesedihan setelah kita harus kembali ke rutinitas awal.

Di mana kamu harus mulai membereskan barang-barang sisa liburan, merasakan lelah, dan tak siap menghadapi kenyataan untuk kembali bekerja.

Nah, jika kamu merasa kaget, murung, bahkan depresi setelah liburan, mungkin saja kamu terkena sindrom Post Holiday Blues.

Sindrom ini merupakan kondisi emosional yang dirasakan setelah menikmati liburan.

TONTON JUGA:

Hal yang menjadi penyebab mengapa kamu merasa murung ada dua, yakni merasa liburanmu sangat menyenangkan, namun harus diakhiri atau kamu hanya ingin ada di masa liburan daripada kembali bekerja.

Dikutip dari The New Daily, seorang psikolog dari San Fransisco, Dr. Melissa Weinberg mengatakan, saat kamu mengalami liburan yang menyenangkan, sebenarnya itu hanyalah ilusi yang dibuat oleh otak.

Seburuk apapun pengalaman liburanmu, otak hanya akan merekam bagian yang kamu nikmati daripada pengalaman buruknya.

Entah kamu menikmati atau tidak menikmati masa liburanmu, otakmu akan tetap menerima bahwa masa liburanmu sudah lewat.

Pasalnya, otak dirancang untuk merekam berbagai kegiatan yang dilakukan secara konsisten, seperti kebiasaan bekerja yang sehari-hari kamu lakukan.

Halaman
1234