Otopsi bangkai lainnya diharapkan bisa selesai dalam beberapa hari ke depan.
Otopsi dari lemak dan kulit mereka juga diambil untuk pemeriksaan toksikologi, sementara sampel lainnya akan dikirim ke Pulau Reunion untuk analisis lebih lanjut.
Meski belum terbukti sebagai penyebab terdamparnya para mamalia laut itu, tumpahnya minyak di Pantai Mauritius makin membuat warga lokal tidak berdaya dalam menjalani hidup.
Banyak nelayan yang bergelut karena tidak bisa lagi menangkap ikan di area tumpahan minyak.
Orang lain yang menjalankan bisnis kecil yang melayani wisatawan, seperti operator kapal kecil, telah secara efektif kehilangan pekerjaan sejak Mauritius menutup perbatasan internasionalnya pada Maret karena Covid-19.
Dr Adam Moolna, seorang dosen lingkungan dan keberlanjutan di Universitas Keele dan seorang Mauritian, berkata, "Ada komunitas yang terdiri dari 15.000 orang yang tinggal bersama, dan menderita bersama, satwa liar di sudut kecil Mauritius ini."
Brummell Laurent, seorang operator perahu berusia 52 tahun dari desa pesisir Mahebourg, mengatakan bahwa komunitas tersebut mengalami demoralisasi.
“Setiap orang depresi. Kemarin, mereka memutus internet saya karena saya tidak mampu lagi membayar tagihan. Kami perlu memulai hidup kami lagi dari nol," katanya.
• Lama Tak Berinteraksi, Lumba-lumba Ini Bawakan Hadiah untuk Wisatawan
• Lumba-lumba Bungkuk Ditemukan Mati di Lepas Pantai Selatan Thailand
• Tak Ada Wisatawan saat Lockdown, Lumba-lumba Pink Langka Terlihat di Pulau Koh Phangan
• Penampakan Lumba-lumba Berenang di Kanal Venesia Viral di Medsos Setelah Italia Lakukan Lockdown
• Waktu Terbaik dan Tarif untuk Melihat Lumba-lumba di Pantai Lovina Bali
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "25 Ekor Lumba-lumba Mati Terdampar Pasca Tumpahan 1.000 Ton Minyak di Pantai Mauritius"