Akses berita terupdate se-indonesia lewat aplikasi TRIBUNnews

Terdampak Covid-19, Maskapai Penerbangan Thai Airways Dinyatakan Bangkrut

Penulis: Ratna Widyawati
Editor: Sinta Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi maskapai Thai Airways saat lepas landas.

TRIBUNTRAVEL.COM - Maskapai penerbangan Thai Airways perlu melalui proses kebangkrutan agar Pemerintah Thailand bisa mengatur langkah-langkah kompleks, untuk memulihkan atau menghentikan maskapai nasional.

Melalui laman New Straits Times, Kamis (4/6/2020), Perdana Menteri Jenderal Prayut Chan-o-cha mengatakan Kabinet telah memutuskan bahwa maskapai penerbangan yang 'sakit' harus melalui pengadilan kebangkrutan dalam keputusan 'sulit tapi perlu'.

Prayut bersikeras bahwa Kabinet telah memilih untuk tidak memberikan bantuan keuangan kepada maskapai, karena harus menghemat uang untuk skema bantuan yang diperlukan untuk meringankan krisis COVID-19 dan merevitalisasi eknonomi.

"Hari ini saya harus membuat keputusan yang sangat sulit mengenai Thai Airways. Tetapi itu adalah yang sama tahu demi kepentingan umum dan negara kami," katanya.

Thai Airways Berikan 3 Pilihan Kompensasi Selama Pandemi Covid-19

Thai Airways (the waygabounds)

Dia menambahkan, pemerintah harus berhati-hati mengingat pinjaman bantuan COVID-19 yang sangat besar telah diambil.

Dia juga mengindikasikan bahwa setiap uang yang diperuntukkan untuk menyelamatkan maskapai akan lebih baik dihabiskan untuk membantu mereka yang terkena dampak pandemi.

"Kita harus memikirkan pengeluaran kita dengan hati-hati, sekarang pandemi telah melanda. Ini untuk kelangsungan hidup warga kita," katanya.

Menurut Bangkok Post, pemerintah punya tiga pilihan yakni menemukan lebih banyak uang untuk membuat maskapai tetap terbang, biarkan bangkrut, atau biarkan Thai Airways menjadi subjek dari rencana rehabilitasi yang disetujui pengadilan kebangkrutan.

"Kami telah memutuskan opsi ketiga," kata perdana menteri.

Tonton juga:

Kementerian Transportasi mengatakan petisi kebangkrutan untuk memicu rehabilitasi akan diajukan ke pengadilan di Thailand dan AS.

Sekitar 35 persen dari kreditor maskapai ini berbasis di AS.

Upaya sebelumnya untuk menyelamatkan maskapai tidak efektif karena hambatan hukum, khususnya UU Perburuhan dan UU BUMN, dikritik sebagai upaya rumit untuk mereformasi maskapai nasional.

Rehabilitasi yang didikte pengadilan, bagaimanapun, akan melibatkan pengurangan kepemilikan mayoritas Departemen Keuangan di Thai Airways dan biaya maskapai status perusahaan negara.

Prayut mengatakan bahwa Thai Airways harus diizinkan untuk terus beroperasi untuk menghasilkan pendapatan sehingga dapat memperoleh kembali kekuatan bisnis.

Halaman
12