Akses berita terupdate se-indonesia lewat aplikasi TRIBUNnews

Kisah Pilu di Balik Anak Perempuan yang Menjadi Kumari, Dewi yang Melindungi Nepal

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gadis yang dianggap Dewi Kumari di Nepal

TRIBUNTRAVEL.COM - Di Nepal, ada tradisi untuk anak perempuan yang belum pubertas dianggap memiliki kemungkinan menjadi Dewi Kumari.

Masyarakat Nepal percaya kehidupan mereka dilindungi, dijaga dan diawasi oleh seorang dewi yang dijuluki Kumari.

Sejak pemerintahan Dinasti Malla, setiap kota di Kathmandu memiliki seorang Kumari.

Selama berabad-abad pula, anak perempuan yang belum mengalami pubertas diubah menjadi sosok Dewi Kumari yang dipuja masyarakat Nepal.

Tradisi Kumari ini berawal di abad 12-17 Masehi sejak pemerintahan Raja Jayaprakash Malla memimpin Dinasti Malla.

Mengintip Uniknya Tradisi Potong Rambut Menggunakan Api di Italia

Dulunya Kumari dipilih oleh ratu yang memerintah, namun kini Kumari dipilih oleh kepala pendeta.

Kumari digambarkan sebagai sosok perempuan yang memiliki tiga mata, dua di sisi kiri dan kanan dan satu lagi di tengah kening.

Masyarakat Nepal percaya jika kesucian dan kemurnian Kumari akan berakhir ketika ia mengalami pendarahan pertama.

Cara pemilihan sosok Dewi Kumari ini cukup unik, dimana anak-anak perempuan yang masih berusia di bawah tiga tahun dikumpulkan di sebuah kamar yang gelap dan disuruh berdoa.

Kemudian pendeta akan mencari pertanda yang disebut sebagai Battis Lakshanas atau 39 ciri kesempurnaan fisik.

Beberapa ciri yang dicari dari anak-anak perempuan yang menjadi calon Kumari adalah paha yang seperti paha rusa, dada bidang layaknya singa, dan bulu mata seperti yang dimiliki sapi.

Selain itu, Kumari yang terpilih biasanya tidak memiliki noda atau bekas luka dalam tubuh mereka.

Uniknya, untuk menjaga kesucian dan kemurniaan, anak-anak perempuan yang menjadi sosok Dewi Kumari tidak diperbolehkan menginjak tanah meski hanya sebentar.

Tidak hanya menginjak tanah, Kumari juga tidak diperbolehkan untuk berbicara dengan orang lain kecuali keluarga intinya saja.

Sebagai seorang Kumari, anak-anak perempuan tersebut juga tidak diperbolehkan meninggalkan singgasananya dan harus selalu duduk ketika orang-orang datang untuk berdoa dan beribadah.

Halaman
12