Akses berita terupdate se-indonesia lewat aplikasi TRIBUNnews

Cagar Alam Gunung Gamping, Destinasi untuk Mengenal Sejarah Keraton Yogyakarta

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Salah satu bekas batuan gamping di Cagar Alam Gunung Gamping.

Ini karena setiap pabrik gula saat itu membutuhkan ratusan ton kapur yang dihasilkan dari bahan batu gamping dari Gunung Gamping ini.

Alhasil, aktivitas penambangan menjadikan luasan area Gunung Gamping terus menerus menurun.

Batuan gamping di dalam area Cagar Alam Gunung Gamping. (Tribun Jogja / Yudha Kristiawan)

Menurut pengetahuan sejarah Sugito, awalnya batuan gamping di Gunung Gamping ini diambil untuk membuat Keraton Yogyakarta.

Sebelum berdiri, paska perjanjian Giyanti, Pangeran Mangkubumi yang bergelar Sultan Hamengku Buwana I bermukim di sini sekitar tahun 1755 hingga 1756.

Di sinilah Pangeran Mangkubumi memantau pembangunan Keraton Yogyakarta yang sekarang masih ada. 

Dari cerita yang berebdar, konon di atas bongkahan batu yang sekarang tersisa ini lah konon Pangeran Mangkubumi kerap bermunajat. 

"Di atas seperti ada semacam petilasan atau bekas tempat duduk yang dipercaya sebagai tempat HB I dulu bertapa," kata Sugito.

Tak sembarang orang menurut Sugito bisa dan diperbolehkan ke atas bongkahan batu gamping ini.

Hanya petugas kebersihan yang diperbolehkan ke atas untuk merawat dan membersihkan area batu dari tanaman liar.

Itu pun dilakukan harus dengan sepengetahuan dan seizin pihak Keraton Yogyakarta.

Bisa Jadi Spot Foto Menarik

Meski hanya berupa bongkahan batu besar, Cagar Alam Gunung Gamping bisa di bilang tak kalah instagramable.

Bila menemukan titik yang pas saat pengambilan gambar, pengunjung bisa mendapatkan foto dengan latar belakang batu raksasa ini.

Selain itu, pengelola juga menyediakan fasilitas untuk mengadakan perkemahan.

Objek wisata ini dibuka untuk umum mulai pukul 08.00 hingga pukul 16.30 WIB.

Halaman
123