Akses berita terupdate se-indonesia lewat aplikasi TRIBUNnews

Melihat Canggihnya Proyek Pengendali Banjir di Jepang yang Dimanfaatkan Jadi Tempat Wisata

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Konstruksi G-Cans yang dijuluki Kuil Bawah Tanah oleh wisatawan

Tokyo, dan seluruh Jepang, memiliki sejarah panjang banjir yang mematikan.

Contohnya badai yang terjadi tahun 1910 telah meluluhlantakkan Jepang dan menghancurkan 4,2% pendapatan nasional Jepang.

Dan tahun lalu, banjir melanda kota-kota di wilayah utara Jepang.

Sistem pengendali banjir

Mulai tahun 1920-an, Jepang mulai membangun saluran air dan serangkaian retribusi.

Tetapi badai demi badai dan banjir demi banjir membuktikan bahwa sistem itu tidak cukup.

Setelah terjadi enam kali banjir mematikan pada 1980-an yang menyebabkan puluhan ribu rumah di ibu kota rusak, para pemimpin nasional memutuskan Tokyo membutuhkan perhatian khusus.

Proyek G-Cans

Konstruksi G-Cans yang dijuluki Kuil Bawah Tanah oleh wisatawan (Global Citizen)

Ditugaskan pada tahun 1992, konstruksi dimulai pada "saluran air terbesar di dunia" pada tahun 1993.

Konsepnya relatif sederhana.

Rencana tersebut menghubungkan sungai dan saluran air yang ada dengan pipa dan saluran pembuangan.

Ini memungkinkan sistem drainase tanah di atas di pusat Tokyo untuk terus beroperasi, sementara kapasitas keseluruhannya diperluas secara besar-besaran di bawah tanah.

Sistem bawah tanah terdiri dari 5 tangki raksasa yang mengumpulkan kelebihan air dari sungai dan saluran air.

Setiap poros silinder berukuran sekitar 70 meter dan diameter 30 meter, cukup luas untuk memarkir pesawat ulang-alik.

Wadah ini dihubungkan oleh 6,5 kilometer terowongan dengan lebar 10 meter yang terkubur 50 meter di bawah tanah.

Halaman
1234