TRIBUNTRAVEL.COM - Yogyakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang penuh sejarah dan wisata.
Dari sekian banyak sejarah dan wisata, ada satu tempat yang selalu menjadi favorit. Ia adalah Jalan Malioboro.
Namun tahukah kamu bahwa nama Jalan Malioboro berasal dari nama penjajah Inggris?
Jika tidak, mari kita simak tulisan Soemadirdja, Jalan Malioboro Asalnya dari Marl Borough, yang pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Agustus 1973 berikut ini.
• 7 Kebiasaan Sopan Orang Indonesia yang Dianggap Kasar di Negara Lain
• Jadwal Baru KA Prameks Relasi Solo-Jogja (PP) Mulai 1 Desember 2019
Kalau orang bepergian ke Yogyakarta dan menjelajah jalan-jalan dan kampung-kampungnya, maka orang akan menjumpai jalan serta kampung yang khas Jawa.
Kebanyakan nama-nama itu memakai akhiran “an" (yang menunjukkan tempat), kecuali di daerah Kota Baru, yang dulu didiami oleh orang-orang Belanda.
Di situ terdapat nama-nama jalan yang menggunakan nama-nama gunung dan sungai.
Tetapi berhubung dengan adanya revolusi, jalan-jalan di Kota Baru itu sekarang sudah hampir semua diganti dengan nama-nama orang yang gugur dalam pertempuran di daerah tersebut pada permulaan revolusi tahun 1945.
Ketika itu rakyat berusaha melucuti tentara Jepang yang bermarkas di sana.
Begitu pula sementara jalan di bagian kota lama ada juga yang diganti dengan nama-nama baru, yaitu mengambil nama-nama para pejuang kemerdekaan, pahlawan Revolusi atau nama-nama raja Mataram yang tersohor, tetapi tidak menggunakan akhiran “an" tadi.
Kraton diapit 2 sungai
• Jorge Lorenzo Masih di Bali, Kali Ini Kunjungi Pura Petitenget
• Viral di Medsos Kecelakaan di Taman Hiburan Thailand, Penumpang Terlempar dari Permainan Bajak Laut
Setelah P. Mangkubumi pada tahun 1755 oleh Kumpeni Belanda diakui sebagai raja dan mendapat separo dari kerajaan Mataram dengan gelar Sultan Hamengku Buwono I sebagai hasil perjuangan beliau yang gigih melawan Kumpeni Belanda, maka beliau segera memerintahkan untuk membangun sebuah kraton di bekas “Pabringan" yang letaknya diapit oleh 2 batang sungai, sungai Code disebelah Timur dan sungai Winongo disebelah Barat.
Sementara itu Sultan Hamengku Buwono I masih tinggal di “Ambarketawang" yang terletak kurang lebih 5 km sebelah Barat Yogyakarta sekarang, dengan para kerabat dan laskarnya.
Setelah selesai pembangunannya, diperingati dengan sebuah “Sangkalan memet", berwujud gambar dua ekor naga yang masing-masing saling berkaitan (kawin).
Artinya “Dwi Naga Rasa Tunggal" (Dwi = 2 ; Naga = 8 ; Rasa = 6 ; Tunggal = 1) jadi merupakan angka 2861 dan kalau dibalik 1682, yaitu tahun Jawa.
Baca tanpa iklan