Masih laris ditanggap
Hingga kini kelompoknya masih eksis dan terus dimintai bermain tayub diacara ataupun ritual.
Gunem menjelaskan sebelum Tari Tayub dipentaskan terlebih dahulu melakukan ritual, barulah setelah itu tarian Tayub dipentaskan.
Saat diminta untuk menari Gambyong tangannya masih luwes menari menggunakan selendangnya.
"Paling laris pementasan itu bulan (kalender jawa) Besar, Sapar, dan Rejeb. Kalau bulan Besar itu malah full hampir satu bulan tidak pernah kosong," ucapnya.
"Di Purworejo sejak tahun 1978 hingga saat ini, ketika ada saparan pasti memanggil kami untuk pentas disana. Belum pernah putus sama sekali. Disana itu mainnya Mulai sore hari lalu saat maghrib istirahat dan jam 9 mulai lagi hingga pagi jam 3-4," ujarnya.
• Indahnya Sunset di Puncak Kosakora, Tempat Camping Terbaik di Gunungkidul
• 7 Bubur Ayam Enak di Surabaya, Cocok untuk Menu Sarapan
Mirip tari Jaipong
Untuk wilayah Gunungkidul sendiri hanya beberapa lokasi yang hingga kini masih mementaskan Tayub, terutama di Kecamatan Semin.
Untuk sekali pentas maksimal kelompok 'Lebdo Rini' mendapatkan bayaran Rp 5 juta.
Namun para pemain biasanya mendapatkan penghasilan lebih yaitu dari orang-orang yang memberikan uang saat menari (saweran), dan akan dibagi rata kepada seluruh pemain.
Adapun dalam kelompok tayub terdiri dari pemain gamelan, penyanyi, dan penari.
"Dulu awal-awal ikut Tayub bayaran ya hanya Rp 10.000 itu dulu kalau sekarang mungkin sebesar Rp 500.000," katanya.
Perlu diketahui Tayub merupakan kesenian tari yang dimainkan para wanita.
Mereka akan menari mengikuti tabuhan dan nyanyian dari para pengrawit.
• 8 Tempat Wisata di Gunungkidul yang Anti Mainstream, Coba Datang ke Telaga Biru Semin
• Liburan ke Gunungkidul, Mampir ke Pantai Sadranan untuk Snorkeling
Tayub populer di Jawa Tengah, dan sering disebut mirip tari Jaipong.