Akses berita terupdate se-indonesia lewat aplikasi TRIBUNnews

Diorama Museum AH Nasution Gambarkan Kronologi Penangkapan Lettu Pierre Tendean saat Peristiwa G30S

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Diorama penculikan Pierre Tendean di museum Dr. A. H. Nasution, Jakarta Pusat

Hingga pada tanggal 15 April 1965, Pierre mulai dipromosikan menjadi Letnan Satu (Lettu) dan pengawal pribadi Jenderal Abdul Haris Nasution, menggantikan Kapten Manullang yang gugur saat menjaga perdamaian di Kongo.

Pada usianya yang menginjak 26 tahun, Pierre menjadi salah satu pengawal termuda yang dimiliki Jenderal Nasution.

Sejak ia bertugas dengan Jenderal Nasution, Tendean bisa dikatakan menjalin hubungan keluarga yang cukup dekat dengan kedua anak Jenderal Nasution, Ade Irma Suryani dan Hendrianti Sahara Nasution.

Mengenang Peristiwa G30S di Museum AH Nasution, Ada Barang Peninggalan Ade Irma Suryani

5 Tempat Ini Jadi Saksi Bisu Peristiwa G30S, dari Monumen Pancasila Sakti hingga Monumen Kresek

Salah satu kedekatan beliau dengan Ade Irma Suryani dapat dilihat dari bingkai foto mereka yang terpampang di dalam Museum AH Nasution.

Tepat tanggal 30 September, Tendean yang biasanya berada di Semarang untuk merayakan hari ulang tahun ibunya kala itu menunda kepulangannya karena bertugas sebagai ajudan A.H Nasution di Jalan Teuku Umar Nomor 40 Jakarta Pusat.

Namun tak disangka, pasukan Tjakrabirawa datang menyerbu kediaman Jenderal Nasution untuk melakukan penculikan. Pierre Tendean yang saat itu sedang beristirahat di ruang tamu kediaman Jenderal Nasution sontak terbangun dan mendatangi sumber kegaduhan.

Ia langsung disambut dengan todongan senapan oleh pasukan Tjakrabirwa.

Pierre Tendean yang diduga oleh Pasukan Tjakrabirawa sebagai Jenderal Nasution langsung diculik dan dibawanya ke Lubang Buaya.

Museum Sasmitaloka Ahmad Yani, Saksi Bisu Tragedi G30S yang Menewaskan Jenderal Ahmad Yani

Napak Tilas Tragedi G30S di Museum AH Nasution

Selain menculik Pierre Tendean, nyawa Ade Irma Suryani Nasution, putri Jenderal Nasution tak terselamatkan karena peluru yang menembus tubuhnya.

Diorama yang terletak di samping gedung utama Museum Dr. A.H Nasution menjelaskan bagaimana kronologi penangkapan Kapten Tendean oleh Pasukan Tjakrabirawa.

Nampak jelas bahwa Kapten Tendean yang terkepung oleh senjata Tjakrabirawa.

Diceritakan bahwa Kapten Tendean selaku ajudan Jenderal Nasution melindungi pemimpinnya dengan berkata "Saya Jenderal AH Nasution."

Pierre pun dibawa ke Lubang Buaya bersama bersama ke enam perwira tinggi TNI lainnya yang kemudian dibunuh secara keji dan dimasukkan ke dalam sumur berdiameter 75 cm dengan posisi kaki di atas.

Pierre Tendean meninggal di usianya yang menginjak 26 tahun.

Duka mendalam pun dialami ibunya dan juga calon istri bernama Rukmini Chaimin yang menantinya di Medan untuk melaksanakan pernikahan pada bulan November 1965.

Pierre Tendean kemudian ditetapkan sebagai Pahlawan Revolusi Indonesia pada tanggal 5 Oktober 1965. Bentuk kehormatan pun disampaikan dengan menaikkan pangkat beliau menjadi Kapten.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Lettu Pierre Tendean yang Berakhir Maut di Lubang Buaya"